POLISI heran. Kok ada mobil melaju dengan kecepatan 150km/jam tapi tidak terlihat ada orang di dalamnya. Itu terjadi di Kanada, dua minggu lalu.
Mobilnya Tesla. Seri 3. Seperti yang saya punya. Mungkin.
Setelah dikejar –dengan sirine yang bersuara keras– ternyata ada orang bangun di dalamnya. Dia baru saja tidur. Kursinya disandarkan rata, menjadi tempat tidurnya.
Dia memilih tidur karena Tesla menyediakan fasilitas serba otomatis. Dalam waktu-waktu tertentu Tesla meluncurkan versi baru software lewat online. Yang bisa diakses oleh setiap pemilik Tesla.
Semua pemilik Tesla punya password. Agar bisa terus mengikuti perkembangan terbaru software untuk mobil itu.
Pengemudi Tesla tersebut memilih tidur dengan alasan itu: memanfaatkan fasilitas yang ada di komputer mobilnya.
Tapi pemilik mobil itu tetap ditangkap. Memang benar, Tesla menyediakan fasilitas kemudi otomatis, tapi ini bukan mobil yang dirancang untuk tanpa sopir.
Itulah pasal pelanggaran yang dikenakan.
Itulah sebuah kesembronoan yang membuat para pemilik Tesla bangga. Mobil mereka bisa melaju kencang sambil ditinggal tidur.
Sebenarnya itu cocok buat saya, tapi saya tidak akan pernah berani melakukannya. Pertama saya tidak seberani itu. Kedua, karena saya tidak bisa meng-upgrade software di mobil saya.
Saya bukan orang yang hobi mobil. Juga bukan orang yang mencintai mobil. Saya hanya tahu pakai.
Bahwa dulu saya membeli Tesla itu karena lagi sewot –ada yang menghina mobil listrik. Bahkan mobil listrik itu dianggap fiktif.
Begitu mobil tiba, saya tidak tertarik mengurusnya. Pekerjaan itu saya serahkan ke anak asuh saya: anak muda yang dititipkan ayahnya untuk tinggal di rumah saya.
Dialah yang mengurus mobil itu: pakai alamat emailnya. Tentu atas seizin saya.
Ternyata itu langkah yang salah. Akhirnya saya tidak terdaftar di pusatnya Tesla sebagai pemilik Tesla.
Itu tidak apa-apa. Tapi anak muda itu pun lupa pula: email yang mana yang dia pakai untuk registrasi ke Tesla waktu itu.
Saya pun tidak begitu peduli dengan mobil itu. Tidak bisa mikir mobil itu. Saya sangat sibuk dengan urusan sia-sia. Dan anak muda itu sudah menyelesaikan magangnya di Surabaya. Ia harus pulang ke Jakarta karena sang ayah meninggal dunia.