CIMAHI – Balita pendek atau stunting masih menjadi ancaman yang harus diwaspadai, termasuk di Kota Cimahi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) tahun 2019, angka stunting mencapai 3.272 atau 9,07 persen dari total 36.080 balita di Kota Cimahi.
Angka tersebut diklaim Pemerintah Kota Cimahi mengalami penurunan dibandingkan dua tahun sebelumnya. Ditahun 2017, angka stunting sebesar 15,74 persen dari total balita. Kemudian ditahun 2018 menjadi 9,75 persen di tahun 2018.
”Kepedulian kita pada masalah stunting tidak boleh setengah-setangah karena anak-anak adalah penerus kita untuk pembangunan bangsa. Di Kota Cimahi, terdapat penurunan angka stunting selama tiga tahun terakhir,” akunya.
Hal itu diungkapkan, Wali Kota Cimahi, Ajay Muhammad Priatna usai membuka acara Sosialisasi Pencegahan dan Penanggulangan Stunting, serta Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) tingkat Kelurahan Leuwigajah yang berlangsung di gedung Cimahi Techno Park Jalan Baros, Jumat (21/8).
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
”Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, akan tetapi kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun,” jelas Ajay.
Menurutnya, stunting pada balita memberikan dampak yang kurang menguntungkan, antara lain mudah sakit, kemampuan kognitif berkurang, fungsi-fungsi tubuh tidak seimbang, dan gangguan lain.
”Penanganan tentang gizi dan kesehatan hanya berkontribusi 30 persen, adapun 70 persen penyebab stunting terkait sanitasi, pola pengasuhan, ketersediaan dan keamanan pangan, pendidikan, kemiskinan, dam situasi politik,” terangnya.
Untuk mencegah stunting, beber Ajay, yang harus dilakukan adalah mempersiapkan calon ibu agar cukup gizi pada saat hamil, salah satunya dengan program pendampingan seribu hari pertama kehidupan.
”Pemberian pola makan, pola asuh, dan sanitasi yang baik kepada anak. Pemberian pola makan dengan memberikan setengah piring sayur dan buah. Setengah piring lagi makanan pokok, berupa karbohidrat dan lauk pauk yang mengandung protein hewani dan nabati,” beber Ajay.
Kemudian, kata Ajay, orang tua pun, kata Ajay, dituntut memberikan sanitasi yang memadai agar anak terbebas dari cacing. Hal ini bisa dilakukan melalui penyediaan air bersih, jamban sehat dan bersih, serta cuci tangan memakai sabun dan air mengalir, serta tidak kalah penting adalah memantau pertumbuhan balita di Posyandu.