SOREANG – Situasi politik mendekati Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Bandung sejauh ini masih dinamis. Bahkan, sejumlah selebritis ikut aktif meramaikan pesta demokrasi lima tahunan itu.
Pengamat Komunikasi Politik Unikom Bandung yang juga Direktur Eksekutif Lingkar Kajian Komunikasi dan Politik (LKKP) Adiyana Slamet menuturkan, sejumlah partai politik saat ini sedang berlomba-lomba menggaet figur dari kalangan selebritas untuk mendongkrak perolehan suara pada semua segmentasi pemilih demi meraih kemenangan dalam kontestasi.
Menurutnya, jika partai politik dapat mengusung figur dari kalangan selebritas, artinya mempunyai modal dasar atau awal meraih kemenangan.
’’Jadi dalam persaingan partai politik kontestan harus mampu menempatkan produk politik dan image politik dalam benak masyarakat, itukan tujuanya,’’jelas Adiyana kepada Jabar Ekspres, Rabu, (5/8)
Dia menilai, pelaksanaan Pilkada langsung secara serentak ini menunjukan bahwa Kabupaten Bandung tengah memasuki babak baru menuju good governance dan clean government. Sebab, pada 2020 ini merupakan dinamika politik baru.
’’Asumsinya dengan ada kalangan selebritis diyakini bisa meruntuhkan kekuasaan yang telah lama dikuasai. Terlebih ada indikasi dari jenuhnya masyarakat dengan sistem oligarki,” kata Adiyana
Selain itu, tambah Adiyana, partai politik tentunya memiliki perhitungan matang dalam mencari posisi untuk persiapan Pilgub 2023 dan Pilpres serta Pileg pada 2024.
’’Sehingga kata popularitasan selebritas memang digadang-gadang menjadi senjata utama partai politik,’’ucap dia.
Selebritas juga memungkinkan bisa merepositioning politik kandidat pasangannya. Meski parpol tak sembarangan memilih atau memberikan rekomendasi kepada figur dari kalangan selebritas.
Jika dilihat dari sisi positifnya selebritas memiliki modal dasar berimplikasi kepada voters (pemilih). Sebab, dengan strategi repositioning politik, sehingga, keberadaan selebritis bisa mendongkrak voters dengan embel embel artis.
Akan tetapi, Kandidat doktor komunikasi politik Unpad ini mengatakan, dalam strategi demokrasi elektoral, popularitas artis bukanlah menjadi penentu. Sehingga, parpol harus jeli melihat potensi kapasitas dan kredibilitasnya.
”Jadi jangan terkesan instan memilih artis hanya gagal pengkaderan dimana kader tidak layak untuk didorong. politik instan dan tanpa pembekalan. Salah besar jika parpol hanya melihat artis dari konteks keartisannya saja. Popularitas bukan mutlak. Tapi harus diimbangi kapasitas di diri si artis. Baik kapasitas pendidikan politiknya, kredibilitas, elektabilitas dan aksepbilitasnya,” pungkas Adiyana. (rus/yan)