JAKARTA – Permohonan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra kandas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Upaya hukum yang ditempuh buronan negara itu tak diteruskan ke Mahkamah Agung.
“Menyatakan permohonan PK dari pemohon Djoko Tjandra tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke Mahkamah Agung,” kata Kepala Humas PN Jaksel, Suharno di kantornya, Rabu (29/7).
Suharno menegaskan polemik permohonan PK Djoko Tjandra dinyatakan selesai pada PN Jaksel. Karena tidak diteruskan ke Mahkamah Agung. “Kemudian permasalahan PK tersebut sudah selesai,” tegas Suharno.
Mengutip pertimbangan pada salinan putusan, Majelis hakim menyatakan permohonan PK hanya dapat diajukan ke Mahkamah Agung oleh terpidana sendiri atau ahli warisnya. Namun dalam proses persidangan, Djoko Tjandra tidak pernah ada itikad baik untuk hadir ke persidangan.
“Mengacu pada ketentuan SEMA Nomor 1 Tahun 2012, yang mana bahwa pemohon atau terpidana tersebut tidak hadir di persidangan, oleh karenanya pengajuan atau permintaan PK tersebut tidak dapat diterima,” tandas Suharno.
Diketahui, Djoko Tjandra mengajukan permohonan PK pada 8 Juni lalu. Buronan kasus hak tagih Bank Bali itu mengajukan upaya PK terhadap putusan MA No. 12/PK/PID/SUS/2009 tanggal 11 Juni 2009 jo. Putusan No. 1688 K/PID/2000 tanggal 28 Juni 2001 Jo. Putusan No. 156/Pid.B/2000/PN Jak.Sel tanggal 28 Agustus 2000 dan putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/PUU-XIV/2016 tanggal 12 Mei 2016.
Sidang perdana digelar pada 29 Juni lalu. Kemudian dilanjut pada 6, 20 dan 27 Juli 2020, tapi Djoko Tjandra tidak pernah hadir dalam empat persidangan tersebut.
Kuasa Hukum Djoko Tjandra, Andi Putra Kusuma menyerahkan surat kepada Majelis Hakim dan beralasan kalau kliennya tidak hadir karena sakit dan tengah menjalani perawatan di Kuala Lumpur, Malaysia.
Djoko Tjandra pun meminta agar hakim menggelar sidang secara daring. Namun hakim tidak mengindahkan dan menolak upaya hukum PK. (jpc/drx)