NGAMPRAH – Angka perceraian di Kabupaten Bandung Barat (KBB) meningkat tajam selama pandemi Covid-19.
Hingga Juni 2020, tercatat sebanyak 1.729 perkara gugatan cerai alias pisah ranjang yang diterima Pengadilan Agama (PA) Ngamprah, KBB. Angka tersebut meningkat sebesar 30 hingga 40 persen jika disbanding dengan tahun-tahun sebelumnya.
[ihc-hide-content ihc_mb_type=”show” ihc_mb_who=”3,4″ ihc_mb_template=”1″ ]
Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Ngamprah, Hamzah mengatakan, sejauh ini perkara gugatan perceraian yang diajukan pasangan nikah didominasi lantaran alasan ekonomi.
“Untuk tahun ini memang mengalami peningkatan perceraian 30 sampai 40 persen dibandingkan tahun lalu. Mayoritas karena alasan ekonomi,” katanya saat ditemui, Senin (29/6).
Ia menjelaskan untuk saat ini perkara yang masuk ke PA Ngamprah mayoritas gugatan yang diajukan oleh pihak perempuan atau dengan sebutan cerai gugat (CG) terhadap pihak pria.
“60 sampai 70 persen gugatan yang masuk itu dilayangkan oleh pihak perempuan. Untuk talak yang diajukan suami relatif lebih sedikit,” bebernya.
Hamzah menambahkan selain alasan ekonomi dan ketidak cocokan, kehadiran pihak ketiga juga menjadi penyebab lain gugatan cerai diajukan oleh kedua belah pihak.
“Dengan kata lain, perselingkuhan melalui medsos atau gadget menjadi faktor lain penyebab perceraian tersebut terjadi. Tapi tidak terlalu banyak,” terangnya.
Ia berharap, Pemkab Bandung Barat lebih mengoptimalkan program yang memberdayakan ekonomi masyarakat. Hal tersebut merupakan satu upaya untuk menekan angka perceraian.
“Salah satu upaya yang harus dilakukan yakni dengan memperbaiki ekonomi masyarakat. Selain itu, MUI juga bisa memasukkan materi dakwah terkait penggunaan gadget agar tidak digunakan sebagai sarana yang tidak baik termasuk berselingkuh,” pungkasnya. (mg6/tur)
[/ihc-hide-content]