Pusat Studi Unpad Sebut Pemerintah Perlu Perhatikan Dua Dimensi Keamanan

BANDUNG – Pusat Studi Kemanan dan Global Universitas Padjadjaran (Unpad) penanganan masalah keamanan perbatasan dapat dilihat dari 2 dimensi, yaitu keamanan tradisional dan keamanan non-tradisional.

Kepala Pusat Studi Kemanan dan Internasional, Yusa Djuyandi mengatakan penanganan berdasar pada dimensi keamanan tradisional dilakukan dengan memperkuat patroli TNI di darat, laut dan udara.

“Perlu dukungan SDM prajurit secara kuantitas dan kualitas, serta peralatan penunjang patroli perbatasan, seperti Drone/UAV, pencitraan satelit, kapal dan pesawat patroli,” kata Yusa saat diskusi online, di Bandung, Rabu (10/6).

Dia menjelaskan, dimensi keamanan meliputi hukum, ekonomi kawasan, sosial dan pendidikan. Yusa menegaskan kawasan perbatasan harus menggunakan pendekatan keamanan, kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.

“Penanganan dengan dimensi pendekatan keamanan non-tradisional dilakukan melalui strategi penguatan ekonomi, sosial, kesehatan, dan pendidikan masyarakat di wilayah perbatasan,” katanya.

Sementara itu, Dosen Hubungan Internasional Fisip Unpad, Wawan Budi yang menyebut bahwa pengelolaan kawasan perbatasan harus fokus di darat dan lautan meliputi pemahaman keamanan dan hukum, ekonomi kawasan dan sosial dasar kawasan perbatasan yang dilakukan dengan pendekatan keamanan, kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.

Sesuai dengan Permenhan No 13 tahun 2014 pengamanan wilayah perbatasan meliputi menjaga kelautan dan keutuhan wilayah, mencegah pelanggaran wilayah perbatasan, mencegah penyelundupan dan pencurian sumber daya alam, melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di perbatasan.

“Meningkatkan pengawasan dan melakukan penindakkan terhadap tindakan kejahatan lintas negara seperti penyelundupan, illegal migrant termasuk perubahan batas wilayah (patok batas),” paparnya.

Direktur Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kementerian Luar Negeri RI, Bebeb A. K. N Djundjunan, mengatakan ada beberapa tantangan dalam keamanan diperbatasan negara.

Pertama, kurangnya pemahaman tentang isu strategis dan sensitif perbatasan yang melibatkan hubungan kedua negara diberbagai sektor.

Kedua, harmonisasi kebijakan diantara para pemangku kepentingan. Ketiga, tumpang tindih proses pengambilan keputusan. Keempat, perbedaan antara border patrol (pertahanan-kedaulatan negara) border security (keamanan-kewenangan). Kelima, dinamika kejahatan lintas negara.

“Kejahatan lintas batas negara terjadi dalam bentuk penyelundupan manusia, obat-obatan terlarang, senjata, barang hingga hewan,” kata Bebeb.

Menurutnya, kejahatan lintas negara merupakan bentuk kejahatan yang menjadi ancaman serius terhadap keamanan dan kemakmuran global mengingat sifatnya yang melibatkan berbagai negara.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan