SOREANG – Peredaran daging babi secara bebas di pasar-pasar tradisional menjadi bukti bahwa pengawasan terhadap produk makanan pokok masih lemah.
Kendati begitu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Hj. Popi Hopipah mengklaim, bahwa pengawasan untuk keberadaan kebutuhan pokok sudah dilakukan secara rutin.
Dia menyebutkan, bahwa kegiatan pengawasan dilakukan selama empat kali dalam setahun. Salah satunya memprioritaskan pengawasan pada peredaran daging celeng (babi hutan).
Popy beralasan, peredaran daging babi hutan yang dioplos menyerupai daging sapi sudah pernah ditemukan sebelumnya. Hal ini ketika pihaknya melakukan pengawasan rutin.
Akan tetapi, diluar dugaan terdapat penjualan daging babi ternak dari luar Kabupaten Bandung yang berasal dari solo.
’’Ini merupakan temuan kasus baru. Metode pemasarannya dilakukan pelaku dengan menjual kepada pengecer yang berjualan di lapak luar pasar,’’kata dia.
’’Nah para pengecer ini biasanya berjualan jauh dari lokasi UPT (Unit Pelayanan Teknis) Pasar. Sehingga sulit dilakukan pengawasan, selain itu juga berada di luar kewenangan kami,” jelasnya.
Berdasarkan pengakuan dari pelaku, beber Popi Hopipah, sebanyak 60 ton daging babi didistribusikan ke seluruh wilayah Bandung Raya.
Untuk itu, temuan kasus daging babi di Kabupaten Bandung, merupakan sebuah prestasi dari Satgas Pangan Kabupaten Bandung.
“Satgas di bawah pimpinan Pak Kapolresta ini, telah mengungkap penjualan daging babi di Kabupaten Bandung. Pengawasan yang kami lakukan secara rutin, adalah salah satu upaya untuk memberikan kenyamanan,’’tutur Poppy. (yul/yan)