PURWAKARTA– Potensi kisruh dalam distribusi Bantuan Langsung Tunai (BLT), khususnya Bansos Provinsi Jawa Barat untuk warga terdampak Covid-19 cukup besar.
Politisi PKB Purwakarta, Sona Maulida Roemardi mengendus adanya kisruh tersebut. Hal itu terindikasi karena data calon penerima yang digunakan pemerintah cenderung tidak jelas.
Selama ini ada perspektif berbeda pemerintah provinsi dengan desa dalam menentukan siapa yang paling berhak memperoleh BLT.
“Nama yang diusulkan (desa) dengan nama yang keluar sebagai calon penerima bantuan, berbeda, ini berpotensi memunculkan kisruh atau konflik sosial di tengah masyarakat,” kata Sona dilansir RMOLJABAR, Rabu (22/4).
Selain itu, kata dia, jumlah kuota dengan jumlah warga terdampak korona masih sangat jomplang. Meski diketahui, BLT ini bukan hanya ada dari pusat dan provinsi, tapi juga dari kabupaten dan desa. Karenanya, pemerintah harus hati-hati betul dalam merealisasi program ini untuk menghindari gejolak sosial di masyarakat.
“Saya melihat, pemerintah tidak siap memang menghadapi ini. Meski sekedar menyiapkan data yang valid,” tuturnya.
Dia menyarankan pemerintah provinsi maupun daerah menyerahkan sepenuhya pendataan, pengaturan dan distribusi BLT ini ke pemerintah desa.
Sebab desa yang dianggap tahu betul siapa yang berhak memperoleh bantuan tersebut. Termasuk desa pula yang akan berhadap hadapan dengan masyarakat ketika ada ketidakpuasan di bawah.
Terpisah, bansos yang digulirkan dari pemerintah pusat, pemprov hingga pemkab dalam menangani pandemik virus korona harus didasari dengan data penerima yang valid. Fraksi Partai Demokrat di DPRD Kabupaten Bandung menyoroti soal data penerima bantuan.
Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPRD Kabupaten Bandung Osin Permana meminta Pemkab Bandung menyalurkan bantuan yang saat ini telah disiapkan agar tepat sasaran.
“Bantuan bansos ini harus tepat diterima oleh orang yang berhak, artinya jangan sampai salah sasaran, karena mereka menunggu. Hindari masalah yang mengarah kepada tindak pelanggaran hukum,” kata Osin.
Mantan Ketua KPU Kabupaten Bandung itu juga akan melakukan pengawasan terkait kemungkinan ada tidaknya warga yang tak berhak malah menerima bantuan pemda.
“Hal itu akan memicu dampak sosial. Dan dampak sosial ini bisa mengakibatkan kerawanan sosial. Makanya perlu akurasi data warga penerima bantuan,” tegasnya.