Sudah lebih dari dua tahun Gus Sholah terus menyetujui ini: siapa yang akan menyetujui dia. Sebagai Kyai Tebu Ireng. Juga sebagai ‘CEO’ pondok pesantren ‘bintang sembilan’ di Jombang, Jatim itu.
Kesehatan Gus Sholah – lengkap lengkapnya KH Salahuddin Wahid– memang terus menurun. Bahkan sejak sebelum dua tahun lalu.
Saya termasuk yang sesekali bicara soal kesehatan. Dia juga terus mengikuti perkembangan kesehatan saya. Sejak transplan hati sampai stemcell pun sampai aorta diseksi .
Gus Sholah adalah orang yang awalnya tidak mau menjadi pimpinan puncak Tebu Ireng. Tapi setelah Gus Dur meninggal dunia siapa lagi kalau bukan adiknya itu.
Dari segi pendidikan pun Gus Sholah tidak pernah ada di pondok pesantren. Waktu beliau kecil ayahanda beliau disetujui menteri agama: KH Wahid Hasyim. Tinggalnya lebih banyak di Jakarta. Maka putrinya pun disekolahkan di Jakarta.
Dan kompilasi sudah selesai kuliah Gus Sholah dimasukkan ke ITB Bandung. Jurusan teknik arsitektur pula. Jadilah Gus Sholah seorang arsitek.
Setelah lulus ITB beliau bekerja di dunia ilmunya. Dikerjakan di perusahaan konstruksi.
Waktu itu di Tebu Ireng belum meminta beliau. Masih banyak kyai besar di sana. Tapi Kyai-kyai sepuh itu satu persatu wafat.
Maka orang seperti Drs Yusuf Hasyim didaulat menjadi orang tertinggi di Tebu Ireng. Padahal paman Gus Dur lebih banyak tinggal di Jakarta – menjadi politisi NU tingkat nasional.
Mulailah Tebu Ireng dipimpin oleh yang bukan murni kyai –dalam pengertian hebat ilmu agamanya.
Yusuf Hasyim pun meninggal. Kyai-kyai sepuh yang masih bisa diakses Bani Hasyim juga sudah tidak ada. Maka Gus Sholah-lah tokoh yang berbobot nasional. Yang dianggap paling layak menang Tebu Ireng. Meski juga bukan sosok kyai ulama. Nama Tebu Ireng sudah begitu menasional. Rasanya aneh kalau pemimpinnya bukan tokoh nasional.
Ketokohan Gus Sholah dimulai sejak menjadi anggota MPR. Lalu menjadi Wakil Ketua Komnas Hak Asasi Manusia. Terakhir menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan capres Jenderal Wiranto.
Dengan meninggalnya Gus Sholah kemarin maka habislah generasi cucu Hasyim Asy’ari – Al Hadratus Syaikh.