Gus Setelah Gus

Gus Sholah meninggal setelah operasi jantung di usia 77 tahun. Jenazahnya dimakamkan di dekat makam Gus Dur, kakaknya.

Lalu siapa yang akan tampil selanjutnya? Bukankah sudah ada lagi keluarga Bani Hasyim yang namanya sudah menasional? Bagaimana dengan menteri agama periode lalu, yang masih bisa digunakan Bani Hasyim?

Gus Sholah tidak pernah menyebut nama itu sebagai calon penggantinya di Tebu Ireng. Tapi tidak juga segera mengerucut siapa calon penggantinya.

Sampai-sampai Gus Sholah meminta bantuan lebih banyak yang mendekati boleh. Gus Sholah mengadakan semacam polling . Teman-teman membahas tentang calon kandidat penggantinya kelak.

Salah satu yang sering dibahas adalah Mas’ud Adnan. Yang pernah menjadi Sekretaris Alumni Persatuan Santri Tebu Ireng. Mas’ud pernah menjadi Pemimpin Redaksi Harian Bangsa.

 

Gus Sholah, kata Mas’ud, memang suka mendengar. Terkait mendengar pendapat orang lain. Pun pendapat para santri.

Tipe kepemimpinan Gus Sholah adalah demokrasi. Orangnya sangat ngemong. Tidak banyak mau bicara. Sekali bicara suaranya sangat rendah dan lirih.

Tapi teman-teman yang mendukung pendapat tidak perlu yang mau memberi tahu calon pemenang.

Di pesantren tidak ada kebiasaan polling seperti itu. Gus Sholah saja yang mau melepaskan pesantren adat. Teman-teman tetap memilih tawadhuk: terserah Gus Sholah saja. Siapa pun yang ditunjuk Gus Sholah akan didukung.

Baru dapat membuka Gus Sholah mau memanggil nama calon pengganti yang ia inginkan: KH Abdul Hakim Mahfudz. Panggilannya Gus Kikin.

Penyebutan nama Gus Kikin sudah sejak dua tahun lalu. Praktis semua orang di Tebu Ireng tahu bahwa Gus Kikin adalah Kyai Tebu Ireng dalam menunggu .

Tapi Gus Kikin tidak pernah mau mulai tampil. Tidak ada tradisi putra mahkota di Tebu Ireng. Selain Gus Kikin bukan putra Gus Sholah, Yusuf Hasyim atau pun Gus Dur.

Gus Kikin mengutip KH Hasyim Asy’ari dari jalur wanita. Ibunya, Bu Nyai Abidah, adalah cucu KH Hasyim Asy’ari.

Sama dengan Gus Sholah, Gus Kikin ini juga tidak pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Tidak bisa membaca kitab kuning.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan