Beginilah TVRI

Kecuali ada ketentuan lain.

Problem seperti ini juga muncul di rumah-rumah sakit milik pemerintah. Dulu. Di satu pihak RS harus memberikan pelayanan terbaik –agar tidak dilindas RS swasta. Di pihak lain uang yang masuk harus disetor ke negara.

Tapi belakangan sudah ada jalan keluar. RS pemerintah boleh berkreativitas mencari sumber dana lain. Perpres-nya pun sudah keluar dua tahun lalu. Yakni Perpres tentang pengadaan. Yang membolehkan manajemen RS pemerintah mengatur sendiri pengadaan itu.

Hanya saja mereka tetap ketakutan. Tidak ada yang berani memanfaatkan Perpres itu.

Bulan lalu Kementerian Keuangan meminta saya berbicara di depan seluruh Dirut RS pemerintah. Untuk mendorong kreativitas mereka.

Sekitar 300 orang hadir. Hampir semuanya dokter.

“Siapa yang sudah berani melakukan pengadaan sendiri?” tanya saya.

Tidak ada yang angkat tangan.

Tidak ada yang bicara.

Diam.

Sunyi.

Berulang kali saya tanyakan itu. Sambil saya jalan-jalan ke tengah-tengah mereka.

Tetap saja tidak ada yang terkedip.

“Kan sudah ada Perpres-nya? Sudah ada landasan hukum yang kuat?” tanya saya lagi.

“Tetap tidak berani, pak,” begitu kira-kira kata hati mereka.

Bergerak di sektor seperti RS, TVRI, pun BUMN memang tidak mudah.

Mereka lebih memilih cari aman.

RS Jiwa di Magelang, misalnya, memilih menanam sayur –memanfaatkan lahan yang lebih 150 hektar dan karyawan yang sudah terlanjur banyak.

Hanya Dirut RS Dr Cipto Mangunkusumo yang cantik itu, yang paling berani. Ia akhirnya menceritakan: berani mencari dana dari membuka bidang usaha stemcell.

Manajemen lembaga seperti RS, TVRI dan RRI memang benar-benar sulit –begitu banyak rambu yang mengekang kreativitas.

Salah sedikit bisa terpeleset. Niat baik saja tidak cukup. Harus punya pula nasib baik.(Dahlan Iskan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan