HARIAN Wall Street Journal yang akhirnya unggul. Koran ekonomi dari New York itulah yang paling rinci dalam menulis bagaimana Carlos Ghosn lari dari Jepang.
Terjawab sudah apakah Ghosn masuk peti atau tidak. Saat mantan CEO Nissan-Mitsubishi-Renault itu diangkut dengan pesawat swasta Turki. Dari Osaka di Jepang ke Beirut di Lebanon – -lewat Istanbul, Turki.
Tim security yang disewa Ghosn ternyata amat teliti. Mereka meneliti 10 bandara di Jepang. Untuk mencari celah bandara mana yang bisa diterobos. Yang memiliki kelemahan tertinggi di bidang pengamanan.
Tim itu terdiri dari 15 orang. Mereka menyebar ke berbagai bandara. Akhirnya ditemukan: bandara Osaka-lah yang paling lemah. Khususnya untuk terminal pesawat-pesawat pribadi.
Terminal itu dilaporkan paling sepi. Hanya ada orang kalau lagi ada pesawat pribadi yang datang.
Kelemahan lain adalah: scanner pemeriksaan barang di terminal itu kecil. Barang yang berukuran besar tidak akan dimasukkan scanner.
Peraturannya sebenarnya jelas: barang yang tidak muat masuk scanner harus dibuka. Tapi di bandara Osaka itu prosedur tersebut tidak dilakukan.
Mengapa?
Karena tidak ada ancaman teroris. Tidak ada teroris yang menyewa pesawat pribadi. Untuk apa meledakkan pesawat yang isinya hanya mereka sendiri.
Yang bisa menyewa pesawat jenis itu hanyalah orang super kaya yang takut mati.
Hanya Ghosn orang kaya yang tidak takut mati –bahkan hanya takut masuk penjara.
Maka ia memilih masuk peti besar berwarna hitam. Yang biasa untuk mengangkut peralatan musik. Peti itu dilubangi. Agar Ghosn tetap bisa bernafas.
Berarti tim security Ghosn –salah satunya mantan anggota Baret Hijau tentara Amerika– harus membeli kotak hitam itu dulu. Lalu menyimpan kotak itu di suatu tempat rahasia tidak jauh dari Osaka.
Di tempat rahasia itulah Ghosn dimasukkan kotak. Untuk kemudian diangkut ke terminal pesawat pribadi di Bandara Osaka.
Dua orang penyewa pesawat itu lewat imigrasi dan pemeriksaan keamanan. Tidak ada masalah. Peti hitam yang mereka bawa pun lolos tanpa dibuka.