Warga Keluhkan Reposisi Peta Tanah

BANDUNG – Sebanyak 15 orang setiap harinya mengeluhkan kasus reposisi (terjadi pergesaran tempat tidak sesuai dengan tempat awalnya) peta pertanahan dan meminta disertifikasi kembali oleh Kantor Agraria dan Pertanahan (ATR/BPN) Kota Bandung.

Kepala Kantor Agraria dan Pertanahan Kota Bandung, Andi Kadandio Alepuddin menyebutkan, jumlah akta pertanahan di Kota Bandung mencapai sekitar 500 ribuan unit bidang tanah.

Diakuinya, tanah di Kota Bandung sudah terdata. Namun, menurutnya data tersebut tidak sinkron dengan fakta di lapangan.

“Data pertanahan sudah terdata tapi seringkali di lapangan tidak sinkron karena masyarakat kerap melaporkan keluhan yang datang ke kantor sini sekitar 10 sampai 15 orang,” katanya ditemui di Sabuga ITB, Bandung, Senin (9/12).

Menurutnya, tujuan kedatangan warga tersebut untuk melaporkan serta mendaftarkan sertifikat tanah. Atas banyaknya laporan tersebut, pihaknya terus menata data dari manual masuk pada metode digitalisasi.

Sebab peta pertanahan di Kota Bandung banyak mengalami reposisi atau terjadi pergeseran tempat tidak sesuai dengan tempat awalnya.

“Kemudian di era digital ini, data-data yang dulu manual mau tidak mau harus mulai digitalisasi, dalam proses digitalisasi itu terjadilah transisi dari manual ke digital,” paparnya.

Dalam proses transisi itu, lanjut Andi, data tersebut akan menjadi sedikit berantakan dan pihaknya harus mengupaya reposisi supaya bidang – bidang tanah itu sesuai pada tempatnya. Hal itu, dinilai dari laporan masyarakat selalu datang ke kantor pertanahan melakulan floating.

“Nah ada beberapa cara berdasarkan teknologi, pemetaan dan teknologi penjurusan, inikan potensi masyarakat yang ada dengan konsep pemetaan yang ada kita rapikan dengan konsep pemetaan partisipatif masyarakat,” jelasnya.

Pemetaan partisipatif itu masyarakat memiliki hak partisipatif untuk bekerja di bidang tanah yang ada. Sehingga bidang tanah di Kota Bandung yang sudah bersertifikat bisa dipetakan sesuai dengan floating petanya atau terjadi perubahan pada bentuk dan gambar tanah tersebut.

“Setelah itu hasil akhir setiap kelurahan kita dapatkan data dari kelurahan A dan B, misalkan bahwa ada sekian ribu tanah yang sudah bersertifikat dan ratusan belum bersertfikat, bagi yang belum kita sertifikasi,” pungkasnya. (mg2/drx)

Tinggalkan Balasan