CIMAHI – Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dari Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) diduga tidak sesuai dengan kondisi dilapangan yang ada di wilayah Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi. Hal ini, terlihat dari kejadian terbakarnya jalur pipa bahan bakar milik PT Pertamina beberapa waktu lalu.
Kepala Bidang Tata Ruang pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi, Dyah Ajuni mengaku, penyusun Kerangka Acuan (KA), Analisi Dampak Lingkungan Hidup (Andal) hingga Rencana Kelola Lingkungan-Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) Dinas Lingkungan Hidup memang dilibatkan. Sebab, Amdal diperlukan untuk mengatahui potensi dampak lingkungan di lokasi proyek itu.
“Kita diundang karena kita wilayah terdampak. Ngasih masukan terhadap kerangka yang berkaitan dengan wilayah kita. Kemudian potensi dampak juga berkaitan dengan wilayah kita,” ujar Dyah Ajuni saat ditemui di Pemkot Cimahi, Jln Rd. Hardjakusumah, Kamis (24/10).
Kendati begitu, mengenai peristiwa tersebut dia enggan berkomentar banyak. Sebab, sebelum peristiwa itu terjadi pihak DLH tidak mengetahui percis kalau trase KCJB itu berdekatan dengan pipa milik PT Pertamina.
’’Secara teknis pengerjaan di lapangan itu menjadi kewenangan pemerintah pusat bersama PT KCIC, selama ini Pemkot Cimahi hanya mengacu dari pusat. Jalur percisnya kita gak tau kalau pipa distirbusi pertamina deket jalur (KCIC),” kata Dyah.
Dia mengaku, secara keseluruhan proyek KCJB sendiri sudah masuk dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cimahi. Namun secara spesifik perihal titik-titik jalurnya itu menjadi kewenangan pusat dan KCIC.
“Di RTRW-nya masuk pengembangan kereta cepatnya,” ucapnya.
Dyah menambahkan, Kota Cimahi sendiri merupakan salah satu daerah yang terlintasi KCJB. Ada tiga kelurahan yang terdampak, seperti Kelurahan Cibeber, Kelurahan Melong dan Kelurahan Leuwigajah.
Berdasarkan Amdal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), panjang jalur trase di Kota Cimahi mencapai 5,940 kilometer (km).
Sebelumnya, Manager Communication dan CSR PT Pertamina MOR III, Dewi Sri Utami mengatakan, setiap pembangunan wajib mengantongi Amdal.
Begitu izin Amdal itu dikeluarkan, titik-titik vital itu biasanya sudah tergambarkan melalui Pemerintah Daerah (Pemda).
“Pemerintah daera tentunya sudah memiliki peta lokasi. Pemda tentunya sudah menyampaikan di bawah tanah ini ada aset apa saja sih,” jelasnya.