JAKARTA – Komisi III DPR telah memilih lima komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) priode 2019-2023. Kelima Komisioner KPK mendatang yakni Nawawi Pamolango, Lili Pintouli Siregar, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Firli Bahuri. Dari lima pimpinan KPK mendatang tak satupun dari unsur Jaksa
Jaksa Agung HM Prasetyo tak mempersoalkan tak adanya unsur jaksa dalam kepemimpinan KPK empat tahun ke depan. Menurutnya saat ini sangat banyak jaksa yang ditugaskan untuk diperbantukan di KPK.
“Ya engga apa-apa, jaksa kita cukup banyak di situ (KPK) ada 90 jaksa di situ,” katanya di Kejaksaan Agung Jakarta, Jumat (13/9).
Dia menjelaskan 90 jaksa diperbantukan di KPK dalam menangani kasus atau perkara dugaan tindak pidana korupsi yang tengah ditangani KPK.
“Mereka nanti bekerja di sana untuk kasus-kasus yang ditangani oleh KPK, ada 90 Jaksa kita di KPK yang sudah siap bekerja sama menangani kasus korupsi,” jelasnya.
Disinggung soal penyebab tak terpilihnya jaksa Johanis Tanak menjadi Komisioner KPK karena adanya kabar intervensi penanganan perkara di Kejaksaan, HM Prasetyo membantahnya.
“Saya usulkan Tanak untuk ikut seleksi capim KPK, engga ada konflik, yang mengatakan konflik kan kalian, konflik apa?,” ujarnya.
Dukung Revisi UU KPK
Jaksa Agung HM Prasetyo berharap nantinya Komisioner KPK baru dapat diajak bersinergi dan meningkatkan kerjasama antara aparat penegak hukum. “KPK harapan kita dari Kejaksaan bisa lebih bisa diajak berbicara untuk memberantas korupsi bersama-sama dan mencegah korupsi bersama-sama,” katanya.
Lalu soal Revisi Undang-undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Prasetyo menegaskan sepakat. Menurutnya UU KPK yang sudah lahir sejak 2002 ini perlu sejumlah penyesuaian.
“Selama sekian belas tahun sudah mulai berubah ada tuntutan terbaru perlu penyesuaian-penyesuaian,” ujarnya.
Dia juga menegaskan hampir seluruh KPK di Luar Negeri terkait dengan penuntutan perkara korupsi harus melakukan kordinasi dengan Kejaksaan Agung, di negara lain menganut sistem penuntutan tunggal (single prosecution systems).
“Jadi mestinya untuk penuntutan lewat Kejaksaan Agung, di Malaysia mereka menjadi divisi penuntutan, untuk melakukan penuntutan juga ada dibicarakan dan mengajukan permohonan persetujuan kepada kepada Kejaksaan Agung,” tutupnya.