“Sorry. Itulah cara saya bernegosiasi”.
Siapa lagi yang mengucapkan itu kecuali Presiden Donald Trump. Senin lalu. Di akhir pertemuan negara-negara G-7. Di pantai selatan Perancis.
G-7 –yang awalnya G-8 itu– sebenarnya sudah menjadi G-6. Yakni sejak Presiden Trump bersikap seolah Italia sudah keluar dari grup. Sejak Italia dianggap berkhianat: menerima proyek OBOR dari Tiongkok tahun lalu.
Rusia sudah lebih dulu dikeluarkan dari G-8. Sejak Rusia menyerang Ukraina dan mengambil alih wilayah Kremia.
Tapi G-6 pun sebenarnya tinggal G-2: Amerika dan Inggris. Tinggal Trump dan Boris Johnson –perdana menteri Inggris yang baru itu. Dua orang itu saja yang mendominasi wacana di negara-negara industri termaju dunia itu.
Atau bahkan kini tinggal G-1: Donald Trump –setelah Johnson itu dianggap Trump juga. Trump-nya Inggris.
“Sorry. Itulah cara saya bernegosiasi”.
Kalimat itu begitu populernya sekarang.
Itu setelah Trump akhirnya buka kartu. Ketika wartawan bersikap seolah-olah tetap saja tidak paham: mengapa ucapan Trump sering bertentangan. Sore tempe pagi kedelai.
Misalnya: Trump baru saja menyebut –lewat twitternya– Presiden Xi Jinping itu musuh besarnya. Tidak lama kemudian ia memuji Xi itu sebagai pemimpin yang hebat.
“Sorry. Itulah cara saya bernegosiasi”.
Trump begitu yakin dengan taktiknya itu.
“Cara seperti itu sudah terbukti berhasil saya lakukan selama bertahun-tahun untuk bisnis saya. Bahkan akan bisa lebih berhasil lagi kalau saya diterapkan untuk tingkat negara”.
Ya sudah.
Trump memang tidak seperti semua laki-laki.
Maka ia pun tidak dipedulikan lagi ketika membuat pernyataan begini: “Tiongkok sekarang ini sangat ingin membuat kesepakatan dagang dengan Amerika. Sangat ingin. Melebihi yang dulu-dulu”.
Betulkah begitu?
Tidak ada satu pun pemimpin Tiongkok yang menanggapinya.
Satu-satunya yang memberi komentar hanya seorang juru bicara tingkat kementerian.
Itu pun karena ditanya wartawan: bagaimana tanggapan Tiongkok atas klaim Trump seperti itu.
Jawabnya singkat: Kami belum mendengar seperti apa pernyataan Presiden Trump.
Tapi Trump tetap yakin Tiongkok sangat menginginkan negosiasi berjalan lagi.
“Tarif yang saya kenakan itu sangat memukul Tiongkok. Sangat parah. Ekonomi Tiongkok kini sangat berat. Ribuan perusahaan hengkang dari sana. Kalau ditunggu lebih lama lagi akan lebih parah lagi”.