BANDUNG – Banyak pihak menilai, pendidikan karakter di Indonesia akan sulit dijalankan. Selain banyak ragam budaya, pemerintah pun dipandang tidak memiliki indikator yang jelas sebagai acuan pendidikan praktik baik.
Hal itu terungkap dalam Ngobrol Publik ”Urgensi Inovasi dan Kolaborasi Dalam Pendidikan Karakter Abad 21” yang diikuti ratusan komunitas, guru, penggerak dan pengembangan guru serta siswa SMA/SMK se-Kota Bandung di aula Balai Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Tikomdik) Dinas Pendidikan Jawa Barat.
Hadir sebagai narasumber, Head of Program Semua Murid Semua Guru (SMSG) Widitia Kustrini, Penggerak Komunitas Guru Belajar Bandung Iwan Apriyana, Inisiator Yayasan Pemuda Peduli Pringga Fitriadi dan Wakil Ketua Tim Program Jabar Jabar Masagi Erwan Nizwarudin.
Head of Program Semua Murid Semua Guru (SMSG) Widitia Kustrini mengatakan, banyak pihak berbicara pendidikan karakter, termasuk pemerintah.
”Tapi pemerintah sendiri tidak memiliki indikator yang jelas untuk pendidikan karakter di Indonesia,” kata Widitia kepada Jabar Ekspres, Kamis (29/8).
Dengan tidak adanya indikator yang jelas, kata Widitia, berdampak pada substansi. Harus seperti apa pendidikan karakter itu dilakukan.
”Dengan tidak ada indikator yang jelas, makanya pendidikan karakter tidak bisa diduplikasikan,” jelasnya.
”Tapi jika ada program seperti Jabar Masagi, ya harus bisa berjalan dengan baik,” tambahnya.
Ketika disinggung kenapa Indonesia tidak bisa menduplikasi pendidikan karakter dari Jepang, Widitia menilai ada beberapa faktor. Salah satunya nilai nasionalisme.
”Bukan berarti kita tidak nasionalis, tapi keberagaman suku di Indonesia itu sangat kuat. Dan praktik baik dari daerah satu dan daerah yang lainnya ada perbedaan,” ungkapnya.
Terakhir namun tidak kalah penting, Widitia berharap, ”simpul” pendidikan karakter Jabar Masagi lebih luas. Tidak tumbuh dan berkembang di hanya di Jabar.
Wakil Ketua Tim Program Jabar Jabar Masagi Erwan Nizwarudin mengatakan, Membangun pendidikan di Jawa Barat tidak mungkin sendirian.
Dengan besarnya wilayah dan perbedaan yang ada di setiap daerah, maka Dinas Pendidikan Jawa Barat pun perlu merangkul komunitas-komunitas agar bersama-sama menyebarkan praktik baik. ”Terlebih, pemerintah (perencanaan dan anggaran) tidak leluasa dengan ide atau inovasi lokal yang berkembang,” kata Erwan.