Pelayanan Harus Tetap Berjalan

Sebelumnya, Kepala Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung Enang Sodikin, berharap Bupati Bandung Dadang M. Naser bisa segera memberikan perhatian terkait nasib dan kedudukannya yang terombang-ambing akibat keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Menurutnya, ketidakpastian hukum kedudukan tersebut, membuat dirinya seringkali kesulitan memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Dirinya merupakan kades terpilih di Rancaekek Kulon setelah memenangi pemilihan pada 2017 lalu.

”Waktu itu saya terpilih dari 5 calon yang ikut serta setelah sebelumnya ada 13 bakal calon yang mendaftarkan diri,” Katanya saat dihubungi, kamis (4/7).

Menurut Enang, ketika itu, dirinya hanya terpaut satu suara dengan calon lain Yuyung Indra Cahya yang menempati urutan kedua. Dari hasil itu, Enang pun akhirnya ditetapkan sebagai Kades Rancaekek Kulon Periode 2017-2023, berdasarkan Surat Keputusan Camat Rancaekek Nomor 141.1/Kep.34/XI/2017 yang ditandatangani oleh sang Camat Baban Banjar atas nama Bupati Bandung, tertanggal 17 November 2017.

Meskipun begitu, tak lama berselang kubu Yuyung ternyata mengajukan gugatan ke PTUN Bandung. Setelah beberapa kali proses persidangan, gugatan Yuyung pun dikabulkan oleh PTUN lewat Surat Putusan Nomor 161/G/2017/PTUN.BDG tanggal 16 Mei 2018 Jo Nomor 193/B/2018/PTUN.JKT tanggal 17 September 2018.

Dalam putusan itu, PTUN menyatakan bahwa SK Camat Rancaekek 2023, berdasarkan Surat Keputusan Camat Rancaekek Nomor 141.1/Kep.34/XI/2017 yang menetapkan Enang sebagai Kades Rancaekek Kulon 2017-2023 dibatalkan. PTUN pun memerintahkan Bupati Bandung sebagai tergugat untuk mencabut SK Camat tersebut.

Sejak itu, dirinya tetap menjalankan tugasnya sebagai kades sampai ada keputusan dari Bupati Bandung sebagai tergugat. ”Selama belum SK dicabut, saya masih berkewajiban menjalankan tugas dalam melayani masyarakat,” akunya.

Kendati begitu, Enang mengaku ketidaknyamanan banyak ia rasakan sejak keluarnya Putusan PTUN tersebut. Ia melansir bahwa ada pihak-pihak yang menghembuskan isu bahwa dirinya kades bodong, sehingga masyarakat enggan berurusan dengan desa meskipun mereka membutuhkan layanan dasar, termasuk pengurusan identitas kependudukan seperti KTP, KK dan lain-lain.

Ketidaknyamanan Enang memuncak ketika pada 16 Mei 2019 lalu ia menerima salinan Surat Pemberitahuan Penetapan Eksekusi dari PTUN Bandung. ”Saya kemudian melayangkan surat permohonan penjelasan kepada Bupati Bandung terkait surat tersebut namun belum ada tanggapan,” Pungkasnya. (rus)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan