NGAMPRAH– Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat menerapkan aturan sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMP ketimbang memperhitungkan nilai rapor ataupun ujian nasional. Namun, zonasi hanya memperhitungkan jarak sekolah dengan tempat tinggal siswa.
Kepala Dinas Pendidikan KBB Imam Santoso menjelaskan, sebelumnya zonasi diberlakukan dengan menggabungkan nilai UN dan nilai jarak tempat tinggal siswa dengan sekolah. “Namun mulai tahun ini, hanya memperhitungkan jarak. Jadi, nilai tidak menjadi syarat mutlak, bahkan tidak diperhitungkan,” ujarnya, Kamis (16/5/2019).
Dia memerinci, dalam PPDB SMP tahun ini, 90% ditentukan zonasi tempat tinggal dengan 5% di antaranya diperuntukkan bagi siswa di daerah perbatasan. Sementara itu, 5% lainnya ditentukan dari jalur berprestasi baik akademik maupun nonakademik, dan 5% untuk siswa pindahan dari sekolah lain.
Imam mengungkapkan, pendaftaran PPDB SMP akan dimulai pada 1-5 Juli 2019, lalu pengumuman siswa yang diterima pada 8 Juli 2019. Kemudian, pada 9-11 Juli, siswa melakukan daftara ulang, dan pada 15 Juli kegiatan belajar mengajar sudah mulai berjalan.
“Pada beberapa hari pertama, untuk siswa baru biasanya dilaksanakan MPLS (masa pengenalan lingkungan sekolah), sedangkan untuk siswa lama sudah mulai belajar seperti biasa,” katanya.
Menurut Imam, ketentuan zonasi kali ini lebih mengakomodasi para siswa ke sekolah-sekolah di dekat tempat tinggal mereka. Dengan demikian, tidak perlu lagi ada siswa yang sekolah di daerah yang jauh dari tempat tinggalnya.
“Dengan zonasi seperti ini, tidak ada lagi sekolah unggulan atau favorit. Justru, setiap sekolah akan menjadi favorit di daerahnya masing-masing,” katanya.
Sementara itu, Kabid SMP pada Dinas Pendidikan KBB Dadang Sapardan sebelumnya mengungkapkan, sistem zonasi juga diberlakukan untuk menghindari praktik jual beli kursi siswa di sekolah favorit. Sebab, sering kali orangtua memaksakan anaknya untuk masuk ke sekolah favorit dengan cara pintas.
Meski demikian, menurut Dadang, sistem zonasi ini biasanya hanya terasa bagi sekolah-sekolah di wilayah perkotaan, seperti Ngamprah, Padalarang, dan Lembang. “Kalau untuk sekolah-sekolah di daerah, sepertinya zonasi ini tidak berpengaruh. Sebab, mereka biasa menerima siswa asal daerah setempat,” ungkapnya.