JAKARTA – Liverpool membuktikan bahwa semua hal, termasuk keajaiban, bisa terjadi di sepak bola. Defisit tiga gol dan tanpa diperkuat dua mesin golnya, Mohamed Salah dan Roberto Firmino, Liverpool tampil percaya diri menjamu Barcelona dalam leg kedua semifinal Liga Champions di Anfield, Rabu (8/5) dini hari WIB.
Baru tujuh menit, gawang Barcelona yang dikawal Marc-Andre ter Stegen jebol dirobek Divock Origi. Setelah gol tersebut, Barca terkesan masih santai, karena memang masih unggul agregat 3-1.
Di babak kedua, Liverpool tampil lebih gila. Cederanya bek kiri Andrew Robertson justru membawa hikmah tersendiri. Robertson keluar digantikan Georginio Wijnaldum yang kemudian bermain di tengah, lebih ke depan. Sementara James Milner ditarik ke kiri mengisi posisi yang ditinggalkan Robertson.
Anfield bergemuruh, pecah. Wijnaldum mencetak dua gol hanya dalam waktu dua menit yakni 54 dan 56. Agregat jadi imbang 3-3. Lionel Messi, Luis Suarez dan Gerard Pique tampak mulai tegang.
Liverpool yang penuh percaya diri, ditambah bisingnya seisi stadion bersama mereka, tampil cerdas mengimbangi permainan Barca yang mulai terburu-buru. Perasaan Messi dkk tidak tenang.
Gol keempat Liverpool pun lahir. Itu jelas berkat kecerdasan Trent Alexander-Arnold. Begini ceritanya. Di saat pemain Barca belum siap menghadapi situasi tendangan pojok, gol keempat itu tercipta.
Arnold sepertinya tidak akan menendang bola yang sudah di sudut. Tampak Xherdan Shaqiri yang akan mengeksekusi corner kick. Pemain Barca pun masih siap-siap, begitu juga dengan pemain Liverpool.
Namun, melihat Origi berdiri bebas, onside, Arnold mengirim sepakan pojok mendadak itu tepat ke Origi. Dengan sekali sepak, Origi kembali mencetak gol. Wasit asal Turki Cunety Cakir menunjuk titik tengah, gol tersebut sah, konstitusional.
Skor pun berubah menjadi 4-0, bertahan hingga laga kelar. Agregat menjadi berbalik dengan fantastis 4-3. Barcelona tumbang, Liverpool menang dan lolos ke final.
Buat Liverpool, ini merupakan final ke-9 mereka di European Cup/Champions League. Hanya Real Madrid (16 kali final), AC Milan (sebelas) dan Bayern Muenchen (sepuluh) yang tampil ke final lebih banyak dari Liverpool.