JAKARTA -Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai melakukan sejumlah evaluasi terkait pelaksanaan kontestasi politik dalam pemilihan umum (Pemilu) serentak yang digelar pada 17 April lalu.
Sejumlah catatan dan usulan pun telah disiapkan salah satunya ada dengan mengusulkan Pemilu Serentak dilaksanakan dalam dua jenis.
Komisioner KPU, Hasyim Asyari menjelaskan pihaknya mengusulkan hal tersebut dengan tujuan agar beban penyelenggara pemilu dapat lebih rendah dan meningkatkan pemilih yang proporsional.
“Salah satu rekomendasinya adalah Pemilu Serentak dua jenis, yaitu Pemilu Serentak Nasional dan Pemilu Serentak Daerah,” kata Komisioner KPU, Hasyim Asyari di Jakarta, Selasa, (23/4).
Dijelaskan Hasyim pembagian menjadi dua jenis yakni Pemilu Nasional digelar untuk memilih pejabat tingkat nasional, mulai dari presiden dan wakil presiden, anggota DPR dan DPD. Sementara Pemilu Serentak kedua Daerah digelar untuk memilih pejabat di daerah seperti Gubernur, Bupati/Wali Kota, DPRD Provinsi, hingga DPRD Kabupaten/Kota.
Selain itu dalam prosesnya, Hasyim mengatakan pihaknya yakni KPU mengusulkan Pemilu Serentak Daerah dilaksanakan di tengah periode lima tahunan Pemilu Serentak Nasional.
“Misalnya Pemilu Nasional 2019, dalam 2,5 tahun berikutnya (2022) Pemilu Daerah,” ujarnya.
Dirinya mengaku yakin bilamana proses pemilu serentak dibagi dalam dua jenis, maka aspek politik konsolidasi akan semakin stabil. Hal tersebut dikarenakam koalisi parpol biasanya dibangun pada tahap awal pencalonan.
Sementara dari aspek penyelenggaraan, disampaikan Hasyim, beban penyelenggara pemilu lebih proporsional, dan tidak terjadi penumpukan beban yang berlebih.
“Selain itu, dari aspek kampanye isunya semakin fokus dengan isu nasional dan isu daerah yang dikampanyekan dalam pemilu yang terpisah,” pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi II DPR, Ahmad Baidowi menilai wacana pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal hanya bisa dijalankan dengan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Kesimpulannya bahwa pemilu serentak yang dimaksud adalah pelaksanaan pada hari dan jam yang sama. Jika kemudian ada tafsir baru terhadap keserentakan yang dimaksud putusan MK, maka ada peluang untuk mengubahnya di RUU Pemilu,” kata Awi.