CIMAHI – Setelah selama dua tahun terbengkalai, akhirnya Desa Wisata Cimahi Torobosan atau Dewi Citos di Kampung Torobosan, Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi kembali akan dijadikan tempat wisata dengan konsep Eco Wisata Budaya.
Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Cimahi, Budi Raharja mengatakan, setelah ada peninjauan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) maka pihaknya dijanjikan akan diberikan bantuan sebesar Rp 20 miliar untuk perbaikan desa wisata tersebut.
”Jadi untuk perbaikannya dipastikan menggunakan anggaran bantuan dari Disparbud Pemprov Jabar,” kata Budi, di Komplek Perkantoran Pemkot Cimahi, Jalan Demang Hardjakusuma, Kamis (28/3).
Meski sudah ada kepastian perbaikan, lanjut Budi, namun masyarakat Cimahi, khususnya warga sekitar desa wisata harus tetap bersabar. Pasalnya, anggaran bantuan baru akan turun dan bisa digunakan pada 2020.
”Sekarang baru proses DED (Detail Engineering Design) kalau pembangunan fisik setelah anggaran dari pemprov turun baru pengerjaan,” ucapnya.
Menurutnya, jika melihat konsep yang diusung, perbaikan tempat wisata seluas 3.800 meter persegi itu akan digabungkan dengan Taman Kehati di bawah pengelolaan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
”Bisa disinkronkan dengan Taman Kehati, karena posisinya sangat berdekatan. Di Dewi Citosnya akan ada wisata kuliner, spot foto, dan bangunan dengan bahan dasar bambu, di Taman Kehati ada wisata alam,” ujarnya.
Selain perbaikan, Budi mengaku, saat ini Pihaknya juga sedang merencanakan pembuatan akses menuju desa wisata. Sehingga ke depan para pengunjung dari jalan raya bisa masuk langsung lokasi tanpa harus memutar jalur sekitar komplek.
”Otomatis kita harus membebaskan lahan untuk membuat jalan itu. Sekarang aksesnya paling lewat komplek, atau lewat Cipageran tapi agak berputar. Nanti kita coba buat akses masuk langsung, biar tidak membingungkan pengunjung,” ucapnya.
Budi menjelaskan, sebelum vakum, Desa Wisata Cimahi Torobosan tenar dengan suguhan atraksi adu domba, namun karena biaya operasional untuk mengadakan pertunjukan sangat besar dan tidak terlalu menguntungkan, maka pertunjukan tersebut hanya berjalan dua kali. Selain itu, karena tidak adanya pendampingan dari dinas terkait dalam hal pengelolaan, akhirnya desa wisata tersebut tak lagi bisa berjalan. Akibatnya tak ada lagi aktivitas di tempat tersebut, sehingga membuat beberapa bangunan seperti panggung dan tempat duduk di sisi arena adu domba itu terabaikan yang akhirnya rusak.