Polemik KTP Elektronik Picu Ketegangan

Terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly menegaskan, e-KTP antara WNI dengan WNA dapat dibedakan baik dari segi warna maupun bentuk. “Memang saya kira ke depan harus dibedakan kartu tanda penduduk antara WNA dengan WNI, kami sarankan ke pihak administrasi penduduk jangan sampai KTP-el untuk WNI sama seperti untuk orang asing,” papar Yasonna di Gedung Jakarta Convention Center, kemarin.

Ia mengatakan hal tersebut setelah beredar gambar KTP-el milik warga negara asing yang bentuk dan warnanya sama seperti KTP-el milik warga negara Indonesia. Membedakan kartu identitas antara WNA dengan WNI ini dinilai penting untuk mencegah terjadinya kesalahan teknis dalam administrasi kependudukan. “Kalau petugas administrasi kependudukan tidak cermat misalnya, WNA itu bisa dapat paspor Indonesia nanti,” jelas Yasonna.

UU Administrasi Kependudukan telah mengatur, WNI serta orang asing yang telah memiliki izin tinggal atau telah menikah di Indonesia wajib memiliki KTP-el, namun tidak berarti memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan WNI. “Jadi meskipun WNA punya KTP-el tidak berarti dia punya hak politik yang sama dengan WNI,” terang Yasonna.

Yosana menambahkan, Kemendagri juga telah memberikan klarifikasi bahwa meskipun WNA memiliki e-KTP, yang bersangkutan tetap tidak boleh ikut memilih dalam pemilu. “Sekali lagi itu hanya kartu tanda penduduk, karena dalam konstitusi juga disebutkan ada penduduk WNI dan WNA,” paparnya.

Terpisah, Calon Wakil Presiden RI Sandiaga Salahuddin Uno meminta semua pihak untuk menahan diri terkait dengan e-KTP elektronik milik TKA asal Tiongkok di Cianjur. “Yah, harus dicermati jangan sampai ini pemilu ini dicederai atau dicoreng oleh kecurigaan masyarakat ada WNA yang memiliki KTP-el, yang akhirnya dengan KTP-el itu bisa ikut mencoblos,” kata Sandiaga di GOR Bulungan, Jakarta Selatan, Rabu (27/2).

Menurut dia, yang lebih penting dari itu semua adalah penyelenggaraan Pemilu 2019 yang harus berjalan jujur dan adil. Ia meminta pemerintah memperhatikan dengan saksama agar pemilu, 17 April 2019, hanya oleh warga negara Indonesia yang sudah memenuhi persyaratan. “Jangan sampai ada penggelembungan suara, jangan ada penyalahgunaan dari identitas tersebut,” terangnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan