Menanggapi hal tersebut, Jokowi mengaku lahan yang dia bagikan hanya untuk ke rakyat miskin. Bukan untuk yang para orang kaya. Sehingga yang dilakukannya adalah untuk ‘wong cilik’
”Rakyat yang sudah saya sampaikan hampir 2,6 juta produktif, dan sekali lagi kita tidak memberikan kepada yang gede-gede,” tegasnya.
Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto di akhir debat membenarkan dirinya memiliki tanah seluas ratusan ribu hektar.
Prabowo menyebut, tanah tersebut adalah tanah Hak Guna Usaha (HGU). Prabowo juga mengaku siap jika tanah tersebut diambil kembali oleh negara.
Namun, menurut Prabowo, dari pada jatuh ke tangan pihak asing, lebih baik tanah tersebut dikelola olehnya.
”Tanah itu benar, tapi itu adalah HGU, milik negara, setiap saat negara bisa ambil kembali, tapi dari pada jatuh ke tangan asing mending saya yang kelola, karena saya nasionalis dan patriot,” kata Prabowo.
Sementara itu, di fase pertama soal infrastruktur, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto menilai pembangunan infrastruktur di pemerintahan Joko Widodo kurang efisien. ”Saya harus menyampaikan kemungkinan besar Tim Pak Jokowi bekerjanya kurang efisien, banyak infrastruktur yang dikerjakan dilaksanakan grusa-grusu,” kata Prabowo.
Prabowo menilai sejumlah proyek bahkan tanpa studi kelaikan (feasibility study). ”Tanpa studi kelaikan yang benar mengakibatkan banyak proyek tidak efisien berujung pada rugi dan sangat sulit untuk dibayar, ini yang menjadi masalah,” katanya.
Dia menambahkan apabila infrastruktur tidak berdasarkan pada rakyat, maka pembangunan tersebut hanya akan menjadi monumen. ”Nanti jadi monumen, tidak dimanfaatkan, seperti pembangunan LRT Palembang dan lapangan terbang Kerjatai,” katanya.
Menanggapi hal ini, capres nomor urut 01 Joko Widodo tegas menyangkal tidak benar bila pembangunan infrastruktur dilakukan grasa-grusu dan bahwa pembangunan telah direncanakan sejak lama dan melalui proses perencanaan yang baik dan benar. ”Kalau dikatakan tanpa feasibility study tadi salah besar karena ini telah direncakan sejak lama. Semuanya ada, dan ada juga DED,” terangnya.
Dia mencontohkan seperti proyek LRT Palembang dan LRT Jakarta semuanya membutuhkan waktu terutama dalam memindahkan budaya orang untuk dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum. ”Yang saya pelajari dari negara lain adalah membutuhkan 10-20 tahun untuk memindahkan budaya itu,” ucapnya.