”Kami di sini mengajak seluruh masyarakat bersama memerangi fitnah, tidak bisa fitnah itu ditoleransi baik secara agama dan salah secara undang-undang,” tandas Erick.
Direktur Eksekutif, Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mengakui bahwa berita bohong atau hoaks susah menjadi satu trend dan komoditas baru di era milenial dalam melakukan strategi pemenangan politik di tahun 2019 ini.
Lanjut, akademisi asal Universitas Al-Azhar ini menilai, momentum lemahnya persatuan berbangsa dan bernegara dibarengi perkembangan teknologi informasi benar-benar diberdayakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menghalalkan segala cara agar kandidat yang diusung lolos atau menang.
”Dalam proses Berdemokrasi di Indonesia belum dapat dilakukan dengan cara berpolitik yang beradap, tetapi lebih mengambil cara politik permusuhan, saling serang, dan menebar fitnah,” kata Ujang saat dihubungi Fajar Indonesia Network di Jakarta.
Meski terkadang keefektifan tidak maksimal, Ujang memaparkan saat ini hoaks merupakan salah satu menu inti dari kajian umum ada dua strategi politik.
”Dalam politik ada dua strategi. Pertama, strategi pencitraan.Lalu yang kedua, strategi pembusukan lawan. Nah hoax ini sudah disematkan pada dua kajian tersebut,” pungkasnya.
Putra daerah asal Provinsi Jawa Barat ini berharap, pihak-pihak yang melakukan penyebaran hoaks untuk mendapatkan keuntungan ataupun masyarakat yang terkena hoaks kiranya dapat segera sadar dan kembali pada cara politik yang beradab.
”Hoaks bukan hanya untuk diwaspadai. Tapi juga untuk dihindari karena itu sangat biadap. Selain karena akan merusak demokrasi. Juga bisa memecah belah bangsa,” tutup Ujang. (khf/frs/fin/rie)