“Awalnya yang di bawah sudah duluan longsor dan tergerus air (Sungai Citepus) pada 2006. Nah di bawah rumah tadi (rumah Aling) ada lahan kosong, itu tadinya ada rumah-rumah tapi habis tergerus air,” tuturnya
Kemudian pasca longsor (ambrol) pada 2006 lalu, pihak BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) langsung memasang bronjong. Namun bronjong tersebut tak bertahan lama karena derasnya aliran Sungai Citepus bronjong tersebut ikut tergerus air sungai. Dan pada 2016 barulah dibangun TPT oleh BBWS.
“Sekarang longsor menimpa rumah warga lagi dan mengancam rumah lainnya. Karena rumah yang di sebelahnya juga sudah retak-retak sehingga rawan longsor juga,” katanya.
Mamet menuturkan beberapa rumah sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya, karena warga setempat sudah menyadari akan bahaya longsor. longsor terjadi akibat kondisi tanah yang kering dan pecah-pecah akibat kemarau panjang. Dan saat memasuki musim hujan akibatnya air masuk ke dalam pori-pori tanah sehingga terjadi longsor.
“Sebenarnya secara resmi tidak ada laporan dari RW sejak dulu jadi kita kecolongan untuk yang ini. Tapi kami sudah antisipasi, kami sudah melapor ke BPBD sejak semalam melalui kecamatan bagaimana langkah selanjutnya,” pungkasnya (rus/yan)