JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Cirebon periode 2014-2019, Sunjaya Purwadi Sastra (SUN) sebagai tersangka. SUN diduga berperan sebagai penerima suap perizinan proyek dan mutasi jabatan.
Selain SUN, KPK juga mengamankan enam orang lain termasuk ajudan Bupati Cirebon berinisial DS. DS diduga sebagai pihak yang mengatur aliran suap tersebut. Namun, DS hingga saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan, tim penyidik KPK masih terus berupaya mengembangkan kasus ini. Menurutnya, penetapan DS sebagai tersangka nanti akan tergantung dari hasil penyidikan.
“Biar penyidik bekerja dulu, ya,” ujar Saut singkat saat dihubungi Fajar Indonesia Network (FIN), Sabtu (27/10).
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, Sunjaya telah menerima suap dari Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum di Kabupaten Cirebon, Gatot Rachmanto (GAR). Alexander menyebutkan Gatot Rachmanto juga ditetapkan sebagai tersangka dengan status pemberi suap. “KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan menetapkan dua orang sebagai tersangka yaitu SUN dan GAR,” kata Alexander.
Disebutkan, SUN sebagai penerima suap menerima uang senilai Rp100 juta atas imbalan mutasi dan pelantikan GAR untuk menduduki jabatan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum di bagian Penataan Ruang di Kabupaten Cirebon.
Penerimaan uang dengan alasan sebagai imbalan yang dilakukan SUN tidak hanya baru sekali, namun telah beberapa kali dari beberapa pejabat yang ada di Kabupaten Cirebon.
Disebutkan Alexander, jika SUN tidak menerima langsung. Uang imbalan sebesar Rp 125 juta biasa diterima atau diberikan penyuap kepada ajudan dan sekretaris pribadinya. “Alasannya untuk tanda terima kasih kepada bupati setelah yang memberikan suap dilantik,” papar Alexander Marwata.
Dari pemeriksaan awal, penyidik mensinyalir total uang fee yang diterima Sunjaya sebesar Rp 6,425 miliar. Uang itu tersimpan didalam rekening atas nama orang lain namun atas penguasaan Sunjaya.
Atas perbuatannya, Sunjaya selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.