NGAMPRAH– Sepanjang tahun 2018, tercatat ada 11 kasus kekerasan kepada anak yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat. Pemerintah daerah melakukan pendampingan hukum kepada para korban hingga vonis yang dijatuhkan pengadilan. Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Anak KBB Euis Jamilah di Ngamprah, kemarin.
Menurut Euis, kasus kekerasan terhadap anak memang sulit dihindari karena berbagai faktor. Namun, pihaknya terus melakukan sosialisasii agar kekerasan anak ini terus menurun setiap tahunnya. “Memang setiap tahun ada saja korban kekerasan anak ini. Tapi, kami selalu imbau jika ada kasus, agar dilaporkan agar memberikan pendampingan juga bagi korban,” ujarnya.
Meski demikian, dia menuturkan, jumlah kasus kekerasan terhadap anak terus menurun setidaknya selama 3 tahun terakhir. Pada 2015, terjadi 28 kasus lalu menurun menjadi 22 kasus pada 2016 dan 17 kasus pada 2017. Euis mengakui, jumlah kasus diperkirakan lebih banyak lagi lantaran banyak yang tidak dilaporkan. Soalnya, pihak keluarga menganggap hal ini merupakan aib yang harus ditutupi. “Rata-rata korban mengalami trauma. Apalagi, masih anak-anak. Untuk itu, kami coba memulihkan kondisi psikologi mereka dengan mendatangi rumah-rumah mereka,” katanya.
Euis juga mengimbau agar masyarakat selalu waspada terhadap potensi kekerasan yang menimpa anak-anak mereka. Apalagi, banyak di antara pelaku yang masih orang dekat korban. “Sedini mungkin, ajarkan pada anak mengenai bagian-bagian vital yang tidak boleh disentuh orang lain kecuali oleh orangtuanya sendiri. Ajak juga mereka untuk terus berkomunikasi mengenai apa yang mereka alami,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat Heri Partomo juga mengakui, kekerasan terhadap anak memang selalu terjadi. Hal itu akibat berbagai hal, seperti faktor ekonomi, ketidakharmonisan rumah tangga, hingga faktor lingkungan yang buruk. “Justru kebanyakan terjadi karena orang terdekat dan itu terjadi di wilayah selatan,” paparnya.
Heri menyebutkan, data kekerasan terhadap anak di KBB mungkin saja lebih banyak. Sebab, tidak semua korban terbuka untuk melaporkan kasus yang menimpanya. Namun, dengan turunnya petugas ke lapangan, kasus-kasus tersebut terus terungkap. Saat ini, Dinas Sosial kini memiliki Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga untuk menangani masalah kekerasan dalam keluarga. Lembaga ini berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak setempat. “Petugas terus mendata serta melaporkan setiap kasus kekerasan anak yang muncul,” tandasnya. (drx)