Pentingnya Aturan Iuran, Pungutan dan Sumbangan

Disinggung untuk apa saat itu sumbangan terkumpul, Yuli mengaku, sekolahnya ingin menggelar ujian nasional berbasis komputer (UNBK) mandiri. Harapan itu, terganjal karena perangkat komputer yang tersedia dia SMP 7 tidak memadai.

Alhamdulillah, masalah selesai setelah uang yang ditransfer orangtua ke rekening komite sekolah bisa dikembalikan. UNBK pun bisa terlaksana dengan bantuan dinas yang meminjamkan unit (laptop). Termasuk sekolah lain yang sudah menggelar UNBK,” tandasnya lagi.

Terakhir namun tidak kalah penting, dia berharap, aturan sumbangan tersebut bisa lebih fleksibel. ”Bagaimana pun, kepedulian orangtua siswa itu besar. Itu patut diapresiasi,” ungkapnya.

Ketua Komite SMP 25 Kota Bandung, Akhyad mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) disebutkan jika sumbangan diperbolehkan bagi sekolah. Sementara pungutan tidak. Sumbangan bisa dilakukan komite sekolah dengan cara meminta bantuan kepada dinas terkait maupun orangtua siswa.

”Sumbangan itu sifatnya tidak ada batasan atas, tidak ada batasan bawah dan tidak ada limit waktu, tapi kalau yang namanya pungutan ada limit waktu dan tarif flat, kemudian ada kolektif,” kata Akhyad beberapa waktu lalu.

Dikatakan Akhyad, untuk mencapai target yang ditentukan, misalnya membantu pihak sekolah yang tidak tercover biaya Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS), pihaknya berupaya membantu dengan mencarikan dana bantuan dari berbagai pihak lainnya termasuk dari Corporate Social Responsibility (CSR) BUMD dan BUMN.

Sebagai contoh, pihaknya juga telah membantu mencarikan bantuan pengadaan komputer untuk persiapan pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Sebab, selama adanya peralihan dari Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP) ke UNBK, mayoritas sekolah baru memenuhi alat penunjang ujian berupa komputer sebanyak seperempat persen jumlah siswa.

Lebih lanjut dia menjelaskan, jika peserta didik berjumlah 300 orang, minimal sekolah harus memenuhi setengah dari jumlah peserta didik atau 150 komputer agar bisa dibagi dalam dua sesi ujian. Namun, kenyataanya masih banyak sekolah yang menggelar ujian sampai tiga sesi dikarenakan keterbatasan komputer atau alat penunjang ujian lainnya.

”Pihak sekolah sudah punya 50 unit, maka kami bantu 50 unit dan untuk mencapai 50 unit itu sendiri perlu kesabaran. Kami ekspansi keluar mencari dana-dana CSR dari BUMN atau BUMD,” urainya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan