‘Komisi’ Jerat Pejabat Nakal

”Terdakwa menawarkan untuk mengusulkan mengurus tambahan anggaran APBN-P tahun 2018 dengan komitmen fee kepada Amin Santono sebesar 7 persen dari jumlah anggaran yang diterima,” ungkap jaksa.

Atas usulan Ghiast, Dinas DPKPP membuat proposal tambahan anggaran Rp 4 miliar, sedangkan Dinas PUPR membuat proposal dengan nilai Rp 21,8 miliar. Seluruhnya usulan tambahan anggaran Sumedang yang diurus Ghiast adalah Rp 25.850.000.000.

Pada 8 April 2018, Ghiast dan Iwan ke Gedung DPR untuk menemui Amin Santono, namun Amin sedang tidak ada. Sehingga Iwan mengenalkan Ghiast dengan Eka Kamaludin teman dekat Amin.

Selanjutnya 24 April, Ghiast menghubungi Amin melalui sambungan telepon, meminta agar dibantu. Lalu Amin mengatakan, ‘Mangga, urang silih bantos’ yang artinya mari kita saling bantu. Dalam percakapan itu disetujui juga terkait fee 7 persen untuk Amin.

Sepekan kemudian, persisnya 30 April, Amin meminta uang muka Rp 500 juta kepada Ghiast melalui Eka Kamaludin. Lalu pada 1 Mei 2018, Amin juga meminta Rp 10 juta untuk diberikan kepada Yaya Purnomo, selaku pejabat Kemenkeu yang akan mengurus soal penambahan anggaran itu.

Uang diberikan dalam tiga tahap, sebanyak Rp 10 juta, lalu Rp 100 juta. Masing-masing ditransfer, sedangkan Rp 400 juta secara tunai di restoran dekat Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Setelah pemberian uang itu, ketiganya lalu tertangkap tangan oleh KPK.

Dalam perkara ini, Ghiast didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) hurup a atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (rdw/JPC/ign)

Tinggalkan Balasan