Diorama Ruang Kerja yang Paling Alot Dapat Restu Keluarga

Buku dan arsip untuk pa­meran pun lancar didapatkan Engel dari keluarga Pram. Namun, soal diorama ruang kerja yang agak alot. Restu keluarga untuk membawa barang-barang milik penulis Bukan Pasar Malam itu tidak kunjung turun.

Engel sudah pasrah dan berencana mengganti dengan displai lain. Tapi, dua hari menjelang pameran dibuka, pihak keluarga akhirnya mengizinkan.

Barang-barang milik pram, mulai meja hingga patung wa­jah, akhirnya diantarkan ke Kemang oleh cucu-cucu pe­nulis kelahiran Blora, Jawa Tengah, yang pernah dibuang ke Pulau Buru itu. ”Selasa pa­meran mau dibuka, Minggu baru datang,” kenang Engel.

Kerja keras Engel itu tak sia-sia. Animo pengunjung ting­gi sekali. Sampai-sampai jadwal pameran yang semu­la berlangsung 17 April hing­ga 20 Mei itu diperpanjang. Sampai 3 Juni mendatang.

Pram adalah penulis Indo­nesia yang semasa hidup paling sering disebut sebagai calon penerima Nobel Sastra. Sekaligus mungkin penulis Indonesia yang paling dikenal di jagat sastra dunia.

Bumi Manusia yang kini ramai jadi pergunjingan ka­rena akan difilmkan, misalnya, telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa. Sepanjang hayatnya, sekitar 50 karya telah dihasilkan Pram.

Di arena pameran, pengun­jung akan disambut garis waktu perjalanan Pram yang dipajang di sepanjang dinding. Mulai kelahirannya di Blora pada 1925, pindah ke Jakarta pada 1943, diangkut ke Pulau Buru pada 1969, bebas tahun 1979, bebas dari tahanan kota pada 1992, hingga me­ninggal pada 2006.

Engel juga memasang kol­eksi naskah asli tulisan tangan Pram. Sebagian besar adalah ceceran lembaran-lembaran dari sobekan kertas semen yang memuat penggalan-penggalan paragraf tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca).

Ada pula memoar soal kon­disi di pulau di kawasan Ke­pulauan Maluku tersebut. Ada beberapa potongan gambar tentang rumah-rumah warga dan hutan sagu di sekitarnya. Engel bahkan berhasil menda­patkan tas tahanan politik yang dibawa Pram saat mening­galkan Pulau Buru. Di tas kain tersebut tertulis tiga huruf besar P A T, singkatan Pramo­edya Ananta Toer.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan