Sanksi Pencemaran Berbelit

BALEENDAH – Permasalahan limbah sungai Citarum sampai saat ini masih terus ditangani. Baru-baru ini Satuan Tugas (Satgas) Citarum Harum terus melakukan patroli terhadap perusahaan yang masih membuang limbah.

Satgas Citarum Harum hingga kini telah mengungkap 20 perusahaan pabrik yang membuang limbah ke anak Sungai Citarum yang berada di wilayah Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.

Komandan Sektor 21 Citarum Harum, Kolonel Infantri Yusep Sudrajat mengungkapkan, puluhan pabrik yang di ketahui masih membuang limbah memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) namun tidak dikelola dengan baik. Sehingga, limbah yang dihasilkan masih kotor dan mencemari anak Sungai Citarum yang akan bermuara ke Sungai Citarum.

“Lebih dari 20 pabrik yang membuang limbah langsung ke sungai. 16 hingga 17 pabrik berada di Cimahi, sisanya di Kabupaten Bandung,”jelas Yusep ketika ditemui kemarin (14/5).

Menurutnya, sebetulnya pabrik-pabrik tersebut memiliki IPAL. Namun, air hasi pengelolaan pabrik masih mengandung zat B3. Hal ini, menunjukan pengelolaan IPAL tidak digunakan dengan baik.

Yusep menegaskan, seharusnya perusahaan-perusahaan tersebut mengelola limbah menggunakan IPAL dengan baik. Namun, faktanya mereka lebih memilih memangkas pengeluaran pengelolaan limbah dan memperbanyak keuntungan.

“Di Kota Cimahi belum ada IPAL komunal, rencananya mau ada nanti akan dirapatkan dengan Wali Kota Cimahi. Namun, seluruh pabrik yang didatangi sudah diberi garis polisi untuk penyidikan dan penyelidikan. Namun, setelah 24 jam bisa dibuka kembali,” ungkapnya.

Yusep menambahkan, pabrik yang membuang limbah ke sungai bisa ditutup ketika sudah ada putusan inkrah dari pengadilan. Namun, kendala yang dihadapi adalah proses penegakan hukum terhadap pabrik adalah hasil uji sample limbah yang diambil Dinas Lingkungan Hidup terlalu lama mengeluarkan hasil air limbah dari uji laboltorium.

Selain itu, dalam penanganan hukum kasus penindakan pabrik pembuang limbah memiliki proses berjenjang seperti pengawasan, pembinaan hingga masuk pengadilan. Sehingga, dengan proses tersebut merepuakan kesulitan dalam penegakan keadilan. Bahkan, memperlama penindakan terhadap pabrik yang melanggar.

“LH memiliki beberapa tingkatan, yaitu pengawasan, pembinaan dan masuk pengadilan. Itu yang membuat kesulitan dan suka gregetan padahal ini darurat. Perlu ada pemangkasan birokrasi dan regulasi,” ucapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan