Bipolar Bisa Berdampak Sosial

BANDUNG – Di Indonesia ada dua persen penduduk mengalami Bipolar, kalau tidak ditangani dengan benar bisa berdampak sosial.

”Jika sosialisasi kepada masyarakat kurang bisa berdampak sosial juga. Kurangnya pemahaman pada masyarakat bisa memunculkan stigma kepada para pederita bipolar,” kata Ketua Bipolar Care Indonesia (BCI) Simpul Bandung Andi Suratman usai acara talk show yang bertema “Bentengi Stigma dengan Dukungan Keluarga,”di Auditorium Balaikota Bandung, kemarin (1/4).

Andi menjelaskan pihaknya terus melakukan sosialisasi masalah Bipolar kepada seluruh lapisan masyarakat agar para pengidap Bipolar tidak mengalami perlakuan yang salah dari lingkungannya baik berupa diskriminasi atau malah di kucilkan oleh masyarakat.

”Jangan sampai mereka (para pengidap bipolar) dijauhi oleh lingkungan kemudian merasa tertekan yang akhirnya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.

Andi mengakui hingga kini di kota Bandung belum tersedia data terkait pengidap gangguan psikologi tersebut baik yang dikeluarkan oleh Pemerintah kota Bandung maupun oleh lembaga sosial lainnya. Sehingga pihaknya belum bisa mengidentifikasi siapa saja dan dimana para pengidap Bipolar tinggal.
”Kita hanya berupaya mengedukasi, supaya masyarakat yang keluarganya terinsikasi mengidap gejala bipolar untuk segera menghubungi psikolog,” ucapnya.

Andi berharap pihak pemerintah kota pun ikut mensosialisasikan layanan dan bantuan pemerintah kepada penderita Bipolar. ”Di rumah sakit mana saja atau lembaga apa saja yang memberi layanan bagi penderita bipolar, atau setidaknya poli mana saja yang bisa memberi layanan bagi pengidap gangguan jiwa,” tandasnya.

World Bipolar Day (WBD) diperingati setiap 30 Maret. Peringatan ini disesuaikan dengan hari lahirnya Vincent Van Gogh, pelukis terkenal di dunia yang mengidap Bipolar Disorder.

Ketua komunitas BCI Caregever Faris, menyebutkan bipolar merupakan sebuah penyakit mental yang menyerang otak manusia. Akibat adanya serangan itu mengakibatkan perubahan mood, energi, level aktivitas, dan kemampuan menjalani kehidupan sehari-hari.
Faris meyebutkan, survivor bipolar sangat membutuhkan dukungan dengan adanya suport system yang baik dari keluarga, survivor akan lebih kuat dan bisa menjaga kondisi moodnya. Namun, masih banyak keluarga yang acuh, tidak menerima, atau malah tidak mengakui ketika anggota keluarganya memiliki gangguan bipolar.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan