Persekusi Ulama, Pengamat: Rentan Dipolitisasi

BANDUNG – Beredarnya berita hoax melalui berbagai media, terkait persekusi terhadap tokoh agama. Menurut pengamat sosial dan politik dari Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Tugiman telah meresahkan dan mengusik ketenangan masyarakat Jawa Barat.

Berdasarkan informasi yang dia terima selama akhir Januari hingga Februari 2018, telah terjadi 23 kali dugaan persekusi. Dari jumlah tersebut hanya Dua kasus yang merupakan kejadian sebenarnya. Sisanya diduga hanya hoax.

”Persekusi (persecution) dapat dipahami sebagai penindasan, penganiayaan atau pendzaliman dari satu pihak ke pihak lain. Bentuk dan sasaran maupun pelakunya (persecutor) bisa berbeda dan bermacam-macam,” tutur Tugiman kepada Jabar Ekspres, Kamis (8/3).

Lebih lanjut Tugiman menjelaskan, bentuk persekusi dapat berupa menyakiti fisik atau menekan secara psikis baik melalui pemukulan dan sejenisnya. Ancaman, hinaan atau ujaran kebencian serta permusuhan.

”Pemaknaan persekusi yang muncul sangat menjadi jungkir balik, lantaran melalui kuasa media sosial dan media massa konvensional dipublikasikan sedemikian rupa yang bertolak dengan fakta sebenarnya,” jelasnya.

Bisa saja persekutor terang dia, cenderung dijungkirbalikan jadi korban persekusi. Reaksi korban persekusi dikonstruksi menjadi persekutor. Sehingga persekusi tidak murni lagi sebagai gagasan kemanusiaan tapi justru cenderung dijadikan media untuk mengintimidasi.

”Maraknya isu persekusi yang waktunya bersamaan dengan rangkaian Pilkada menimbulkan berbagai spekulasi yang cenderung bias. Sehingga, di samping membingungkan dan memunculkan sikap saling curiga antar kelompok dalam masyarakat juga rentan dipolitisasi,” terangnya.

Tugiman menambahkan, terdapat dua perspektif yang menonjol terkait fenomena tersebut. Pertama, dugaan adanya rekayasa terkait isu tersebut. Kedua, kesalahpahaman masyarakat sebagai dampak menyebarnya berita hoax di berbagai media.

”Terutama terkait dengan isu persekusi, dugaan orang gila masuk ke lingkungan masjid atau pondok pesantren serta munculnya simbol yang diduga ancaman terhadap tokoh agama,” tambahnya.

Agar kasus ini tidak terjadi lagi, pihaknya berharap aparat kepolisian bisa mengungkap dan memproses hukum para pelaku yang bermain dibalik peristiwa tersebut. Dia juga berharap masyarakat tetap tenang dan mepercayakan penanganan masalah tersebut kepada aparat penegak hukum.

”Polisi perlu segera mengungkap dan memproses pelakunya, sementara masyarakat sebaiknya tetap tenang. Tidak terprovokasi dan mempercayakan penangananya kepada aparat penegak hokum,” pungkasnya. (mg1/ign)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan