Suka Film, Dampingi Difabel sampai Pelosok

Ke Benua Kanguru memang bukan pengalaman ke luar negerinya yang pertama. Sebelumnya, dia pernah dikirim Japan International Cooperation Agency (JICA) ke Tokyo selama 2,5 bulan untuk training for leader with disabilities (2005).

Saat masih kuliah di Sahid, pernah sekitar dua minggu dia mengikuti pertemuan organisasi penyandang disabilitas Eropa di Moskow (1997). Yang dekat-dekat, dia empat kali ke Bangkok untuk acara disabilitas. Bahkan, saat masih menjadi siswa SMAN 68 Jakarta, dia pernah ke Singapura.

Namun, kuliah di Australia tersebut lebih menantang karena dia harus tinggal dalam waktu lama. Yakni total 2,5 tahun. Waktu itu Jaka yang bujangan diantar sang ibu, Siti Naskah. ”Ibu saya jadi trainer saya selama sebulan untuk orientasi dan pengenalan kehidupan sehari-hari. Misal, bagaimana memasak, membersihkan kamar, mencuci dan merapikan baju. Dibantu trainer mobilitas dari Royal Society for the Blind Australia untuk mengenali rute-rute penting seperti ke kampus, ke toko,” papar Jaka.

Selama kuliah, Jaka bersemangat. Sebab, dosen dan rekan-rekan mahasiswanya sangat menerima. Jaka kuliah di kelas inklusif bersama-sama dengan mahasiswa lain yang nondifabel. ”Kebutuhan saya dipahami, tapi tidak diistimewakan,” ujarnya.

Contohnya, ketika ada presentasi dengan Power Point, pasti ada teman mahasiswa yang membisikkan apa yang terpapar di layar. Begitu juga teman-teman mahasiswanya yang sudah membaca buku, mau berdiskusi dengan Jaka.

Jaka juga terbantu oleh perpustakaan digital yang kebanyakan sudah menjadi audiobook. Dapat diakses dengan mudah melalui laptop atau handphone. Jaka menjadi seperti mahasiswa minimalis. ”Teman saya harus bawa buku-buku tebal dan ransel berat, saya kuliah cukup bahwa handphone, hahaha…” canda Jaka.

Waktu luang juga sangat dinikmati Jaka. Bersama dengan teman-teman mahasiswa Indonesia, dia membuat klub rebana yang beranggota 13–15 orang. Kadang-kadang rebana juga dibawa saat outing dan camping. Jaka mengaku sebenarnya bermain rebana sebisanya. ”Tapi, asyik juga. Kami kaget, banyak yang mengundang,” katanya.

Bukan hanya acara orang Indonesia, lanjut dia, tapi juga dari komunitas warga negara lain. ”Kami pernah diundang panitia lunar festival komunitas Vietnam untuk main. Meriah sekali, pokoknya bunyi,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan