JAKARTA – Enam bulan lagi pendaftaran calon presiden dan wakil presiden dibuka. Di tengah waktu yang tidak terlampau banyak itu, kans Jokowi sebagai calon presiden incumbent belum menggembirakan.
Merujuk survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, elektabilitas Jokowi masih berada di angka 48,5 persen. Di sisi lain, keinginan munculnya pemimpin baru mencapai 41,20 persen atau berselisih 7,30 persen. ’’Bisa dibilang Jokowi masih tertinggi, tapi belum aman,’’ kata peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, di Jakarta kemarin (2/2).
Dia menambahkan, sebagai incumbent, Jokowi harus memiliki elektabilitas sekurang-kurangnya 50 persen. Untuk itu, di sisa waktu yang ada, mantan wali kota Solo tersebut perlu menggenjot elektabilitasnya. ’’Apalagi ini Prabowo belum turun kampanye,’’ imbuhnya.
Dia menyatakan, di tengah elektabilitas yang belum mapan, Jokowi dihadapkan pada tiga isu yang berpotensi mempreteli elektabilitasnya. Yakni ekonomi, primordial agama, dan pekerja asing. Dalam surveinya, kata Adjie, mayoritas publik menilai kinerja ekonomi Kabinet Kerja tidak menggembirakan. Indikatornya mulai pengangguran yang dinilai meningkat, pemenuhan kebutuhan pokok yang memberat, dan lapangan kerja yang sulit.
Sementara itu, untuk isu primordial agama, rezim Jokowi diasosiasikan sebagai kelompok yang berseberangan dengan umat Islam. Potret itu tecermin dalam kasus pilkada DKI Jakarta. Saat itu pemerintah dianggap berpihak kepada pasangan Ahok-Djarot. ’’Isu di Jakarta kemungkinan masih akan dibawa pada pilpres,’’ imbuhnya.
Isu pekerja asing juga menjadi tantangan bagi rezim Jokowi. Sebab, 58,3 persen publik yang tahu isu tersebut mengaku tidak suka dengan masuknya pekerja asing. ’’Jokowi perlu mengelola isu-isu tersebut dengan baik,’’ tuturnya. Terkait dengan penantang Jokowi di pilpres nanti, nama Prabowo Subianto masih terdepan. Disusul Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan, dan Jenderal Gatot Nurmantyo. (far/bay/c19/oni/rie)