BANDUNG – Kasus travel umrah bodong kembali terjadi. Kali ini kasus tersebut membelit Solusi Balad Lumampah (PT SBL).
PT SBL bermasalah karena tidak memiliki izin perjalanan. Dampaknya, ribuan jamaah pun gagal berangkat wisata haji.
Kapolda Jabar, Irjen Pol Agung Budi Maryoto megatakan, penyelanggara perjalanan ibadah haji plus dan umrah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. ”Perusahaan ini tidak memiliki izin untuk menyelenggarakan haji,” kata Agung saat gelar perkara di Mapolda Jabar, kemarin (30/1).
Dia menungkapkan, penyelidikan tersebut berdasarkan laporan polisi nomor: LPA/61/I/2018/Jabar tertanggal 18 Januari 2028 yang diterima pihak Kepolisian Daerah Jawa Barat. Kasus ini terjadi November 2017 dengan tersangka yang telah diamankan, AJW dan ER.
Lebih lanjut lagi Agung menjelaskan, PT SBL mulai beroperasi pada awal 2016 dengan memiliki tiga divisi. Yakni, Konvensional, Sahabat SBL dan Provider.
Pada divisi Konvensional, telah diterima sebanyak 30.237 orang calon jemaah umrah dan 117 calon haji plus. Pemberangkatan jamaah umrah terakhir seharusnya dilakukan pada 28-9 Januari 2018.
”Para calon jemaah haji telah melakukan pengiriman uang ke rekening PT SBL secara bervariasi sesuai paket yang diinginkan. Kisaran antara Rp 18 hingga 23 juta. Total dana yang terkumpul kurang lebih sebesar Rp 900 miliar, dari total calon jemaah umrah yang mendaftar, baru sekitar 17.383 yang diberangkatkan. Sisanya, 12.845 orang belum diberangkatkan,” ungkapnya.
Dia memerinci, dari total jemaah yang belum diberangkatkan, PT SBL menerima uang sekitar Rp 300 miliar. Uang tersebut, telah dipergunakan para tersangka untuk kepentingan pribadi. ”Sedangkan untuk calon jamaah haji plus, para korban masing-masing menyetor uang kisaran Rp 110 juta. Sehingga dari 117 calon haji plus, total uang terkumpul Rp 12.870 miliar,” ucapnya.
Dia menjelaskan, modus operandi PT SBL sama seperti First Travel yaitu menggunakan skema Ponzi atau menawarkan dengan harga tidak wajar. Umumnya, jamaah digoda paket umrah murah senilai Rp 21 juta per orang.
Agung juga menegaskan, para tersangka dijerat pasal tindak pidana penyelenggaraan ibadah haji dan tindak pidana pencucian uang. ”Para tersangka dipidana dengan penjara paling lama 20 tahun penjara dan atau denda Rp 10 miliar,” pungkasnya. (yul/rie)