jabarekspres.com, SOREANG – Sebanyak 129.000 warga di Kabupaten Bandung terancam tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2018 mendatang. Sebab, mereka belum terekam sebagai pemilik Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Fakta tersebut terungkap dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Dalam Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2018 yang digelar oleh Panwaslu Kab Bandung di Hotel Saung Bilik, Soreang, kemarin (1/11).
”Makanya, kami terus mendorong masyarakat untuk segera melakukan perekaman data untuk e-KTP. Paling tidak kalaupun mereka belum mendapatkan e-KTP karena keterbatasan blanko setidaknya mereka bisa mendapatkan surat keterangan (Suket) sebagai syarat memilih,” papar Ketua KPU Kabupaten Bandung Agus Hasbi.
Menurutnya, KPU Kabupten Bandung melakukan pemutakhiran data pemilih lewat panitia pemutakhiran pemilih (Pantarlih). Oleh karenanya, pihaknya mendorong mereka yang menjadi Pantarlih adalah tokoh masyarakat setempat seperti RT atau RW karena mereka lebih memahami kondisi warganya.
Meski begitu, dirinya mengakui persoalan data pemilih tidak bisa dihindari sekalipun telah menggunakan teknologi canggih lewat aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih). Sidalih memang bisa mendeteksi data kegandaan akibat warga yang telah pindah penduduk, tapi masih tercatat.
”Karena yang menginput data kependudukan itu manusia sehingga sangat mungkin terjadinya human error,” ungkapnya.
Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Panwaslu Kabupaten Bandung Hedi Ardia menuturkan, pemilih ganda, data pemilih invalid, pemilih tidak dikenal, data pemilih tidak lengkap, akurasi data pemilih dan derajat kemutakhiran data pemilih merupakan potensi pelanggaran dalam pilkada khususnya di tahapan penyusunan daftar pemilih.
Lebih lanjut lagi Hedi menegaskan, tidak boleh satu orangpun gagal menyalurkan hak konstitusinya dalam Pilgub Jabar mendatang. Sebab, hak setiap orang untuk memilih dan dipilih telah dijamin undang-undang. Dengan demikian, dirinya meminta, instansi terkait untuk tidak main-main dengan masalah akurasi data pemilih.
”Persoalan data pemlih seolah menjadi masalah klasik yang seringkali terjadi dalam setiap even pesta demokrasi. Padahal, pemutakhiran telah dilakukan, tapi pada akhirnya data yang ditetapkan malah data yang lama,” tegasnya.