Tak Layak Menikah Jika Belum Pandai Menenun

Dengan semangat melestarikan alam pula, Asppuk mengajak ibu-ibu Dayak Iban kembali menggunakan pewarna alami yang hampir ditinggalkan. Selama beberapa lama, para penenun memang lebih memilih pewarna sintetis dari bahan kimia untuk mewarnai serat benang.

Kelompok Usaha Bersama (KUB) Ijo Pumpung pimpinan Yati Dubah kemudian berinisiatif kembali menggunakan daun-daunan sebagai alat pewarna. Ada beberapa tanaman. Ada rengat padi dan rengat akar untuk menghasilkan warna hitam dan merah. Daun mengkudu dan kunyit untuk warna kuning serta kerbai laut untuk merah.

Daun-daun tanaman tersebut direbus dalam air mendidih. Air hasil rebusan dicampuradukkan hingga mendapatkan warna yang diinginkan. Untuk menghasilkan warna kombinasi seperti ungu dan hijau, air daun dicampur dengan kapur tempuyung yang dibuat dari cangkang siput sungai. ”Untuk mengunci warna agar tidak luntur, kita juga pakai tawas atau kapur ini,” kata Yati.

Dengan bantuan LSM, KUB itu bahkan sudah berhasil menetapkan rumus takaran antara daun, air, tawas, dan kapur yang dibutuhkan untuk menghasilkan berbagai warna. Mereka punya tabel spektrum dan rumus campuran. Menurut Yati, kain hasil pewarna alam memang lebih pucat daripada pewarna bahan kimia. ”Tapi, kualitasnya lebih tahan dan tidak mudah pudar,” katanya.

Yurita Puji, pemilik Armoire Boutique, mengakui tenun Dayak Iban masih salah satu yang termahal di Indonesia. Pada 8 September dia berhasil menampilkan enam koleksi baju dari bahan tenun Dayak Iban dalam Nolcha Shows New York Fashion Week 2017.

Desainer 32 tahun itu menuturkan, tidak semua koleksi mampu lolos dan membeli panggung sekelas Nolcha. ”Di panggung itu kita harus cerita apa dampak dari karya ini pada orang banyak,” kata Yurita.

Meski mahal, dari segi desain kain tenun Dayak Iban memiliki warna yang alami dan tidak terlalu mencolok. Walau ada tantangan seperti bahan kainnya yang relatif tebal, Yurita harus menemukan desain yang pas untuk sepatu maupun baju.

Dengan membawa kain tenun tersebut, Yurita ingin menyampaikan pesan harmonisasi dengan alam dan kepedulian tentang lingkungan. Selain itu, dia membawa misi pengembangan produk. ”Kalau produk ini laku, akan ada impact ekonomi ke daerah, anak-anak penenun bisa sekolah,” papar Yurita. (*/c10/oki/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan