Tak Layak Menikah Jika Belum Pandai Menenun

Meski sekadar sampingan, proses menenun dianggap sakral. Perempuan yang akan memulai proses tenun harus melakukan ritual dan doa. Jika motif yang akan digambar merupakan karya orang lain, dia wajib melakukan proses yang disebut teladan.

Teladan secara umum adalah proses saat penenun ingin menyalin sebuah motif ke kain tenun yang baru. Si penyalin wajib meminta izin kepada pemilik motif. Pemilik motif biasanya menetapkan syarat-syarat khusus. ”Biasanya menyediakan sesajen, tempayan, atau piring,” tutur Edom.

Syarat-syarat itu bersifat wajib. Kalau tidak dipenuhi, si penyalin bakal celaka. Bisa jatuh sakit atau tertimpa musibah. Paling sering, meninggal sebelum kain tenun jadi. ”Kalau sudah meninggal, kain tenun dikubur bersama penenun. Tidak mungkin ada yang mau meneruskan,” kata Edom.

Bukan hanya untuk perempuan, para laki-laki yang membuat alat tenun juga tidak boleh sembarangan. Untuk membuat rakub alias penahan benang tenun bagian atas saja, diharuskan laki-laki yang sudah dituakan. Lelaki itu disebut nuduk. Untuk mendapat predikat nuduk, seorang lelaki harus melalui ritual duduk bertapa semalam suntuk, dikelilingi tari-tarian.

Selain buah bunut, ada ratusan motif lain. Masing-masing dengan tema tertentu. Ada yang menggambarkan tema alam, pohon, bunga, hingga akar-akar. Biasanya tentang sesuatu yang lekat dengan keseharian suku Dayak. Terutama relasi mereka dengan alam. Selain buah bunut, contoh lain adalah motif kiki beras, kulit pohon dari hutan yang dihaluskan dan digunakan sebagai sabun. Ada pula gelung kelindan dan siluk langiat yang artinya langit terbelah.

Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kreatif (Asppuk), LSM pendamping Dayak Iban, sudah lebih dari dua bulan terakhir berusaha membangun database motif-motif tersebut. Sampai sekarang belum selesai. Ada saja motif baru yang ditemukan setiap hari.

Muhammad Ruslan, koordinator lapangan Asppuk, menyatakan bahwa sebuah motif menggambarkan imajinasi keluarga suku Dayak. Tidak semuanya bertema ajaran nenek moyang. Banyak pula yang mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang kondisi alam terkini. ”Siluk langiat itu ceritanya tentang lapisan ozon yang semakin tipis karena penebangan hutan,” tutur Alan, panggilan Muhammad Ruslan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan