Beauty is Pain, Karya Tari Baphaang, Representasi dari Standar Kecantikan Wanita Suku Dayak

BANDUNG – Masyarakat sering mendengar dengan istilah beauty is pain. Istilah tersebut tidaklah bohong.

Salah satunya seperti wanita-wanita Suku Dayak yang memanjangkan cuping telinganya.

Mereka menambahkan anting sebanyak mungkin untuk mencapai standar kecantikan yang diyakini Suku Dayak.

Namun tidak semua wanita Suku Dayak dapat memanjangkan cuping telinganya. Hanya wanita-wanita yang terlahir dari kalangan orang kaya raya yang mempunyai lahan yang luas, pesawahan, ataupun memiliki hewan ternak.

Karena yang di kaitkan di cuping telinga mereka merupakan emas.

Karya Bapahang merupakan salah satu sajian seni pertunjukan dalam rangkaian ICAS-Fest di ISBI Bandung.

Judul karya seni itu merupakan singkatan dari Bap dan Aphang. Bap yang berarti beban dan Aphang yang berarti Telinga.

Karya ini merefresentasikan wanita Suku Dayak (aphang aru) yang memiliki cuping telinga yang panjang.

Proses memanjangkan cuping telinganya bias memakan waktu bertahun-tahun. Ada yang dari usia remaja sudah memulai memanjangkan cuping, ada pula yang sudah menginjak usia dewasa.

Seiring bertambahnya umur, semakin banyak anting yang harus dikaitkan pada cupingnya. Betapa sakitnya untuk memenuhi standar kecantikan itu.

Namun perlu kita ketahui, bahwa standar kecantikan di manapun merupakan hasil dari konstruksi sosial.

Definisi tentang standar kecantikan memiliki makna yang sangat luas tidak terbatas. Berbeda budaya tentunya berbeda pula pandangan terhadap kecantikan.

Seperti perempuan suku dayak, standar kecantikannya disimbolkan dengan memenjangkan cuping telinga yang diberi pemberat.

Semakin lama cuping telinga akan semakin panjang dan akan dianggap sangat cantik bagi orang sana.

Standar kecantikan demikian tidak terlepas dari peran kolonialisme yang mempengaruhi mindset masyarakat kita sampai saat ini.

Pada zaman kolonialisme Belanda dan Jepang, kulit putih tidak merepresentasikan ras tetapi direpresentasikannya sebagai warna.

Dimana hal-hal yang berwarna putih lebih superior di banding warna hitam atau yang lebih gelap.

Putih kemudian dijadikan terminologi yang mengandung hierarki rasialisme, warnaisme, dan gender.

Sehingga pada akhirnya putih dianggap lebih baik karena terlihat lebih bersih. Dibanding dengan warna hitam dianggap sebagai hal yang buruk, kotor dan tidak diinginkan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan