Itulah yang menggugah DPR di komisi X, Kemenkeu, dan Bappenas untuk turut peduli. Tim Perpusnas pun bergegas menyiapkan dokumen pelengkap. Di antaranya, pemeriksaan dari BPKP, penjelasan dari Kementerian Pendayagunaan Apratur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai gedung untuk layanan publik, serta analisis teknik dari Kementerian Pekerjaan Umum. Dokumen itu lantas diserahkan kepada Kemenkeu untuk pendanaan pada 2013. ”Keluarlah persetujuan dari Kemenkeu, 27 Agustus untuk multiyear contract,” ujar Syarif.
Tapi, ternyata tidak ada tambahan dana untuk pembangunan gedung tersebut. Total dana yang dibutuhkan Rp 465 miliar. ”Terserah Perpusnas, kalau mau kencangkan ikat pinggang, kita bangun,” imbuhnya.
Jadilah, mereka harus mengencangkan ikat pinggang selama tiga tahun. Kontrak dimulai pada November 2014 dan selesai pada Desember 2016.
Lantaran berada di ring satu pusat pemerintahan, pembangunan gedung dengan luas bangunan 50.917 meter persegi itu pun harus mendapatkan persetujuan Sekretariat Militer dan Paspampres untuk faktor keamanan. Khususnya jarak tembak ke arah istana.
”Diukur pakai alat dulu. Tetap menghadap ke istana, tapi dipastikan tidak akan ada pendaratan-pendaratan di atas (gedung, Red),” kata Syarif yang juga dosen mata kuliah gedung dan tata ruang perpustakaan itu.
Selain itu, saat pembangunan pun tidak bisa sembarangan. Sebab, bagian depan gedung tersebut merupakan bangunan cagar budaya. Sebuah rumah yang dulu jadi tempat tinggal gubernur Hindia Belanda itu kini dimanfaatkan untuk Hall of Fame berisi sejarah aksara dan penuturan.
Sebelum memulai konstruksi gedung perpustakaan itu, bangunan cagar budaya tersebut harus dilindungi dengan membuat pagar pelat baja hingga ke bawah tanah di sekeliling bangunan. Fondasi gedung ditancapkan dengan cara dibor.
”Tanah hasil galian itu baru boleh keluar masuk pada pukul 22.00 hingga 04.00 dan setelah itu jalan harus bersih kembali. Karena ini ring satu kan,” jelas mantan kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengembangan Minat Baca Perpusnas itu.
Tapi, gedung itu akhirnya bisa selesai dua bulan lebih cepat dari waktu yang direncanakan. Syarif menuturkan, dirinya ikut merancang interior gedung tersebut. Yang paling sulit adalah perancangan di lantai 7 untuk ruang baca anak.