BNN Curiga Tidak Hanya Motif Ekonomi

Dia mengatakan, semua pihak yang terlibat untuk meracuni generasi bangsa ini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dari yang bandar tertinggi hingga tingkat pengecer. ”Semua harus dikejar,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan POM Hendri Siswadi menuturkan pil PCC tidak layak disebut sebagai obat. Lantaran Badan POM tidak pernah mengeluarkan izin edar untuk pil tersebut. ”PCC itu produk ilegal dan bukan obat. Namanya obat kan untuk menyembuhkan penyakit. Bukan sebaliknya,” ujar Hendri, kemarin (14/9).

Dia mengungkapkan sedang mempersiapkan diri untuk terbang ke Kendari. Sudah ada koordinasi dengan Mabes Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk meneliti lebih lanjut peredaran PCC di Kendari. ”Kami sebelumnya tidak tahu produk ilegal ini sampai membuat suasana gaduh. Apa betul hanya itu saja?” ungkap dia.

BPOM, salah satunya, akan fokus untuk meneliti kandungan bahan dari pil putih itu. Informasi yang beredar, PCC itu terdiri atas paracetamol, carisoprodol, dan cafein.

Hendri menuturkan carisoprodol sudah dilarang peredarannya. Lantaran, bahan tersebut dulu dipakai untuk membuat carnophen yang ternyata disalahgunakan. Obat yang berfungsi untuk mengatasi nyeri dan ketegangan otot telah dicabut izin edarnya. Obat terebut bisa menimbulkan efek halusinasi seperti narkotika.

”Kami sudah pernah menggerebek gudang carnophen di Banjarmasin. Didapati 11 juta butir senilai Rp 35 miliar,” ungkap dia. Penggerebekan itu dilakukan sepekan lalu di sebuah gudang di Jalan Teluk Tiram Darat, Kota Banjarmasin.

Hasil pengecekan di beberapa apotek di Jakarta menyebutkan memang tidak dikenal PCC. Saat Jawa Pos mengecek ke sebuah apotek di kawasan Tanjung Duren Raya, Jakarta Barat petugas apotek tidak tahu menahu tentang PCC. ”Yang ada PTC, paracetamol. Satu strip Rp 2.000,” ujar petugas perempuan itu.

Di apotek lain di Jalan Kemanggisan pun tidak ditemukan produk seperti PCC. Petugas sebuah apotek malah bertanya obat jenis apa PCC itu.

Sementara itu, Mendikbud Muhadjir Effendy mengakui, pelajar-pelajar di kawasan terdepan Indonesia rawan menjadi korban penyalahgunaan obat-obatan. Terutama, obat yang diselundupkan melalui perbatasan. Dia sudah berbicara dengan sejumlah gubernur yang memiliki kawasan perbatasan agar lebih perhaian kepada para pelajar. Sebab, mereka merupakan sasaran empuk para pengedar obat-obatan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan