Sementara itu, Komisi V DPRD Jawa Barat meminta pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA/SMK sederajat 2017 harus berjalan lancar tanpa dikotori praktik ilegal. PPDB ini juga akan menjadi tantangan pertama bagi Dinas Pendidikan Jawa Barat pasca alih kelola SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi.
Menurut Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Yomanius Untung menyatakan karut marutnya pelaksanaan PPDB saat ditangani pemerintah tingkat kabupaten/kota harus menjadi cerminan bagi Disdik Jabar. Jangan sampai praktik-praktik ilegal dalam penerimaan siswa baru tersebut kembali terulang.
”Mulai dari adanya pungutan liar, hingga titip menitip siswa oleh oknum-oknum tertentu. Selalu saja setiap tahunnya ada saja pemberitaan minor dalam pelaksanan PPDB ini,” ujar kata dia, kemarin.
Berdasarkan informasi yang didapat dari Disdik Jabar beberapa waktu lalu, saat ini lembaga pemerintah tersebut masih menunggu rampungnya Pergub yang akan menjadi payung hukum pelaksanaan PPDB tingkat SMA/SMK 2017.
Dia berharap Pergub tersebut bisa menjadi pedoman yang baik. Jangan sampai aturan yang telah dibuat itu justru menghambat atau menyulitkan para calon peserta didik mendapat akses pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. ”PPDB (tahun) ini harus bisa mencerminkan upaya untuk memermudah siswa untuk melanjutkan jenjan pendidikan. Jangan sampai menghambat siswa,” urainya.
Pihaknya juga mengingatkan Disdik Jabar agar tidak menutup mata terhadap praktik ilegal yang mungkin saja terjadi. Aturan yang dibuat benar-benar harus bisa meminimalisir setiap potensi kecurangan dalam pelaksanaan PPDB ini.
”Upaya untuk menutup celah penyimpangan terutama di sekolah-sekolah favorit. Jangan sampai ada pungli yang berdampak kepada anak yang memiliki kapasitas tapi tidak mendapat akses pendidikan,” jelasnya.
Seperti yang terjadi di Kota Bandung, kata dia, sekolah favorit seperti SMAN 3 dan SMAN 5 Bandung selalu menjadi magnet bagi para siswa. Kondisi itu bisa menjadi celah terjadinya kecurangan. Sebab, para orang tua ingin memasukan anaknya ke sekolah tersebut.
”Di kota besar seperti Kota Bandung itu banyak sekali yang nitip. Ini yang harus dihindari. Sebab, dengan masuknya anak titipan dengan kualifikasi yang tidak memenuhi maka artinya menutup peluang bagi anak yang memiliki kualifikasi,” urainya.