Melihat Uji Coba Alutsista di Laboratorium Pengujian TNI-AD

Lokasi pengujian amunisi di bawah kendali Kepala Seksi Uji Biologi Kimia Laboratorium Dislitbangad Mayor Inf Hartugianto masih sekompleks dengan lokasi pengujian senjata api. Peralatan yang digunakan untuk uji amunisi tersebut masih sederhana. Hanya berupa oven dan alat timbang.

Namun, pengujian terbilang luar biasa. Setiap amunisi yang dibeli TNI-AD harus tahan dipanaskan dalam oven dengan suhu 95 derajat Celsius. Tahap itu harus dilakukan lebih dari sepuluh hari.

Untuk mendapat label kelas satu, amunisi tidak boleh bau setelah berada dalam oven selama sepuluh hari. Beratnya juga tidak boleh menyusut. Amunisi kelas satu adalah amunisi terbaik.

’’Biasanya kami pakai untuk tempur dan lomba,’’ ucap Hartugianto sambil menunjukkan amunisi yang sudah lulus uji.

Dia mengungkapkan, amunisi kelas satu punya masa pakai paling panjang. Yakni, bisa bertahan sampai 25 tahun. Amunisi kelas dua hanya punya masa pakai 15–20 tahun. Amunisi jenis itu biasanya tidak mampu bertahan hingga sepuluh hari dalam oven. ’’Tapi, sudah lebih dari enam hari di dalam oven,’’ jelas Hartugianto.

Untuk amunisi kelas tiga, masa pakainya 7,5–15 tahun dengan masa pengujian 4–5 hari. Amunisi kelas empat, usia simpan atau masa pakainya 3–7 tahun. Proses ujinya hanya tiga hari.

Amunisi kelas lima yang biasa digunakan untuk latihan adalah yang dua hari dalam oven sudah beraroma tidak sedap dan beratnya menyusut. Proses uji amunisi memang terkesan ringkas. Namun, diperlukan ketelatenan dan ketelitian. Maka, jangan heran apabila harus dicek berkali-kali untuk memastikan kemampuan amunisi yang diuji coba.

Berbeda dengan uji amunisi, rompi antipeluru dinyatakan lolos uji coba apabila mampu menahan peluru yang ditembakkan dari jarak tertentu. Proses ujinya mirip dalam lomba menembak.

Rompi antipeluru dibalutkan di backing material yang terbuat dari clay carolina. Selain berfungsi sebagai pengganti tubuh, material itu punya peran untuk menentukan deformasi dalam uji rompi antipeluru.

’’Deformasi (berbentuk cekungan, Red) tidak boleh lebih dari 44 milimeter,’’ tegas Kepala Laboratorium Dislitbangad Letnan Kolonel Cpl Simon Petrus Kamlasi.

Sesuai dengan standar internasional, ada lima level rompi antipeluru. Namun, TNI-AD hanya menggunakan dua level tertinggi. Yakni, level III-A dan level IV.

Tinggalkan Balasan