TPPAS Cinambo Mundur Lagi

BANDUNG – Kelanjutan proyek pembangunan Tempat Pembuangan dan Pemprosesan Akhir Sampah (TPPAS) Cinambo masih mandek. Penyebabnya, beberapa lahan yang diklaim milik petani penggarap belum mendapat ganti rugi.

Sekretaris Daerah Jabar Iwa Karniwa mengatakan, belum tuntasnya proses pemberian uang kerohiman pada 15 petani penggarap lahan Perhutani belum juga dilakukan. Padahal kesepakatan ini sudah dilakukan dengan pihak Perhutani.

Menurutnya, sebanyak 15 petani ini tidak berhak mendapat uang ganti rugi. Sebab lahan yang digarap tersebut milik Perhutani. Namun, karena ada tuntutan dari petani penggarap, Pemprov dan Perhutani akhirnya mengalah, dan menyepakati pemberian uang kerohiman.

”Kendala pembebasan lahan ini terjadi karena tidak seluruh petani penggarap yang berjumlah 15 orang itu setuju. Akhirnya, ada beberapa petani yang malah menghambat,” jelas Iwa kemarin (9/2).

Dia menyontohkan, uang kerohiman tersebut dilakukan pada para petani di Waduk Jatigede. Mulainya, dari 15 itu sudah 12 orang setuju. ”Namun ketika dibayar, semuanya menolak,” jelas Iwa lagi.

Menyikapi persoalan itu, Pemprov Jabar pun enggan berlarut-larut. Pihaknya memberi tenggat pada Perhutani agar masalah ini tuntas pada Februari tahun ini. Iwa mengaku masalah ini berlarut-larut karena harusnya sudah tuntas sejak 2015 lalu. ”Jadi ada hambatan, padahal pembangunan ini akan mengatasi masalah sampah yang sudah pelik di Bogor Raya,” paparnya.

Di bagian lain, soal penetapan pemenang lelang investasi yang masih menggantung, Iwa mengaku, hal tersebut akan segera diputuskan oleh Gubernur Jabar Ahmad Heryawan. Pihaknya tidak mencampuri urusan pemenang lelang karena hanya mendapat tugas terkait pembebasan lahan.  ”Soal tender investasi itu kewenangan gubernur,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jabar Anang Sudarna mengaku, sudah menitipkan uang pengganti sebesar Rp 800 juta pada Perhutani.

Menurutnya persoalan ini terganjal karena tiga warga mempengaruhi 12 petani penggarap untuk menolak uang tersebut. Sehingga lahan yang ditempati seluas 40 hektar, ada tiga orang yang belum memiliki kepahaman.

Menurutnya dengan nilai investasi mencapai Rp 600 miliar, teknologi yang akan diarahkan untuk pengelola Nambo akan mengubah sampah menjadi briket dan bahan bakar semen. (yan/rie)

Tinggalkan Balasan