Maka, berdirilah bank sampah di Mataram, Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Utara. Saat ini ada 50 unit bank sampah yang menjadi mitra Bank Sampah Bintang Sejahtera. Total nasabahnya mencapai 2.500 orang. Mereka aktif menyetor sampah setiap saat.
Bukan hanya masyarakat umum yang menjadi nasabah. Sejumlah sekolah juga bergabung di bank sampah. Sedikitnya 25 sekolah kini terdaftar sebagai nasabah dan menjadi binaan Bintang Sejahtera. Bahkan, ada sekolah yang mempunyai program sedekah sampah. Seluruh siswa ”wajib” mengumpulkan sampah untuk ditabung di bank sampah. Hasilnya digunakan untuk membangun masjid.
Febri menambahkan, pihaknya juga menggandeng pengelola wisata untuk mengelola sampah. Salah satunya pengelola Gili Trawangan. Mereka cukup menyediakan tempat sampah yang memadai. Pihak Bintang Sejahtera akan mengambilnya secara periodik sebulan dua kali. ”Lumayan banyak. Sekali ambil sampai 7 ton sampah.”
Menurut perempuan yang pernah ikut program pertukaran pemuda Indonesia-Kanada itu, kini dalam sebulan omzet dari pengelolaan sampah di Bintang Sejahtera mencapai Rp 150 juta hingga Rp 160 juta. Uang hasil penjualan sampah tersebut dikembalikan untuk masyarakat.
Berkat kegigihannya memberdayakan masyarakat, Febri memperoleh berbagai penghargaan. Pada 2015 dia meraih tiga penghargaan bergengsi. Yang pertama adalah Indonesian Women of Change dari Kedubes AS di Indonesia. Dua lainnya: Sankalp Southeast Asia Award dan Tupperware She Can Award.
Saat ini Febri dan suami sedang memasuki proses mendirikan recycle center di Kota Mataram. Masyarakat bisa datang untuk belajar mengolah sampah dan mendirikan bank sampah. ”Tahun ini recycle center itu akan kami resmikan. Jadwal pastinya menyusul,” terang perempuan kelahiran 22 Februari 1984 tersebut. (*/c5/c9/ari/rie)