Untuk membiayai gerakan itu, keduanya rela berkorban dengan menjual maskawin serta menggunakan uang tabungan sebagai modal. Agar menarik, mereka meluncurkan program pinjaman uang kepada warga kurang mampu. Mereka bisa mengembalikan pinjaman itu dengan menyetorkan sampah ke bank sampah.
Benar saja, program itu menarik perhatian masyarakat. Begitu program dibuka, puluhan warga mengajukan pinjaman, mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Mereka mengembalikan pinjaman tersebut dengan sampah-sampah yang bernilai ekonomi. Saking bersemangatnya, ketika ada acara hajatan di kampung-kampung, mereka menunggu sampahnya. ”Di setiap rumah mereka juga disiapkan sak khusus untuk sampah plastik,” papar Febri.
Namun, setelah enam bulan, para nasabah yang meminjam uang mulai tidak amanah. Mereka tidak menyetor sampah lagi ke Bank Sampah Bintang Sejahtera. Mereka menjual sampah di tempat lain. Tak ayal, bank sampah milik Febri dan suami itu pun menghadapi kredit macet. Nilai pinjaman yang tidak kembali mencapai lebih dari Rp 100 juta.
Kedua rekan Febri yang selama ini men-support bank sampah itu pun mundur. Mereka memilih fokus bekerja di bidang masing-masing. Meski begitu, Febri dan Syawaludin tidak patah semangat. ”Kalau tidak diteruskan, siapa yang peduli dengan sampah di Lombok?” ucap Syawaludin.
Berkaca dari kasus tersebut, Syawal -sapaan Syawaludin- pun mengubah strategi. Salah satunya ialah meniadakan program pinjaman lunak itu. Sebagai gantinya, bank sampah meluncurkan program tabungan sampah. Sampah yang disetor nasabah akan menjadi tabungan yang sewaktu-waktu bisa dirupakan uang.
Awalnya program tersebut kurang menarik minat nasabah. Hanya sedikit yang mau menabung sampah di Bintang Sejahtera. Tapi, begitu hasilnya konkret, masyarakat berduyun-duyun menabung sampah di bank sampah itu. ”Kami selalu siapkan uang cash bila sewaktu-waktu ada yang mau ambil uang simpanannya,” ucap pria yang juga alumnus Universitas Mataram tersebut.
Ada nasabah yang mengambil uang tabungannya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ada yang menguangkan saat tahun ajaran baru tiba dan sebagainya. Setelah bank sampah memilih banyak nasabah, Febri-Syawal pun mulai melebarkan sayap usaha. Mereka mengajak masyarakat mendirikan bank-bank sampah di kota lain.