Budhi mengungkapkan, setiap tahun konsepnya memang selalu berubah karena supaya pesannya jauh lebih mengena. Dia pun menegaskan pada 2017, pihaknya akan menghadirkan kembali gelaran Napak Jagat Pasundan. Dengan konsep yang berbeda pasti akan dinantikan masyarakat Jabar.
”Pesan di gelaran di Purwakarta ini diharapkan bisa bermanfaat utamanya pada pengembangan seni dan budaya,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama SUB DSO Coklat Kita Purwakarta, Giwa Rahman menambahkan, Purwakarta merupakan kota terakhir digelarnya Napak Jagat Pasundan setelah sebelumnya menyambangi berbagai kota di Jawa Barat. Bandung Kota dan Kabupaten, Cianjur, Subang, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Banjar dan Ciamis, serta Cirebon, Jatibarang dan Indramayu.
Dipilihnya Purwakarta sebagai kota pamungkas Napak Jagat Pasundan karena selama ini Purwakarta memiliki karakter budaya yang khas dan kental dengan kearifan lokalnya.
”Saya harap Napak Jagat Pasundan ’Ngigeulan Jaman’ dapat memberikan tontonan sekaligus tuntunan untuk peduli terhadap kekayaan budaya daerah,” jelas Giwa.
Sementara itu, Ega Robot menegaskan, gelaran ini merupakan jawaban dari kegelisahan semua pihak, melalui Napak Jagat Pasundan ini lah beragam bentuk kesenian sebagai bagian dari kebudayaan Sunda bisa tersampaikan dengan baik pada masyarakat. Sehingga, masyarakat bisa mengenali dan mencintai bentuk kesenian yang lahir dari kebudayaan Sunda.
”Kesenian Sunda harus ngigeulan atau mengiringi kemajuan zaman. Karena bagaimanapun, masyarakat kita saat ini hidup di tengah kemajuan zaman,” pungkasnya. (adv/dn/)