Kental Nuansa Etnik, Animo Pengunjung Karnival Adhikarya Nusantara Tinggi

bandungekspres.co.id, BANDUNG – Permintaan kain batik dan tenun bakal terus meningkat secara signifikan di tahun 2017 mendatang. Hal ini terlihat dengan banyaknya jumlah pengunjung Karnival Adhikarya Nusantara di Graha Manggala Siliwangi, Jalan Aceh Bandung, Rabu hingga kemarin (9-13/11).

karnival-adhikarya-nusantaraChief Executive Officer (CEO) Maxxindo Desay Savitri Devi menjelaskan, event ini sukses menyedot perhatian warga Kota Bandung dan sekitarnya. Target 12 ribu dengan nilai perputaran uang hingga Rp 20 miliar pun tercapai.

Helatan festival batik dan tenun di akhir tahun ini digelar berbeda dibandingkan 12 festival sebelumnya. Selain menambah item tenun dari pengrajin langsung, pihaknya juga menghadirkan tenun dari Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

”Batik dan tenun kontemporer sekarang hingga nanti (2017) permintaannya akan naik. Karena berbagai acara formal sudah mengharuskan menggunakan itu. Untuk festival kali ini tentu berbeda. Selain ada item baru, kami juga telah menggelar kirab budaya,” ujar Desay.

Desay menjelaskan, festival kali ini berisi 90 tenant yang berisi 100 pengusaha dan pengrajin batik tenun yang ikut dalam pameran. Bukan hanya Pekalongan, Cirebon dan Solo, yang terkenal dengan batiknya namun Tenun Bali, Tenun NTT sampai Tenun Padaringan asal Bandung, juga akan meramaikan festival fashion etnik ini.

Dia mengungkapkan, animo pengunjung sangat besar. terlebih, harga yang ditawarkan cukup terjangkau. Sebab, para pemilik tenant di dalam festival didominasi oleh para pengrajin, yang tentu akan memasang harga yang terjangkau.

”Harga tenun ada yang Rp 60 ribu per meter itu untuk tenun troso polos, untuk yang NTT dan Bali itu kan per lembar ya, ada di kisaran Rp 600 ribu sampai kurang lebih Rp 1 juta,” ungkap dia.

Sementara itu, lebih lanjut mengenai Tenun Padaringan asal Bandung Desay menjelaskan, daya tariknya memang tidak terlalu tinggi saat ini.

”Tenun Bandung itu bentuknya seperti sarung. Dan itu itu lagi bahkan sebenarnya Padaringan itu lebih lama dibandingkan karya (tenun) lainnya. Hanya saja kurang inovasi, dan sekarang sepertinya pengrajin sudah mulai lagi. Dengan mengubah warna yang lebih terang dan cerah,” ungkap dia. (bbs/fik)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan